TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Soal Hoax, Malaysia dan India Ancam Penjarakan Admin Grup WhatsApp

Admin harus menyaring info di grup

Bernama.com

Malaysia punya kebijakan unik. Admin pada grup whatsApp bisa dipidana jika dianggap tak bisa menahan penyebaran berita palsu atau hoax dan fitnah. Wakil Menteri Komunikasi dan Multimedia Malaysia, Datuk Johari Jailani mengatakan admin grup WhatsApp dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum berdasarkan Undang-undang Komunikasi dan Multimedia tahun 1998. "Itu bisa membahayakan keamanan nasional," kata Jailai seperti diberitakan Channel News Asia.

Adapun pelanggaran yang termasuk dalam Undang-undang itu antara lain penyebaran berita palsu, fitnah, penipuan, dan penyebaran informasi rahasia. Jailani meminta admin grup lebih bertanggung jawab dan "penjaga gerbang" untuk menyetop penyebaran berita palsu atau hoax.

Lembaga konsumen setempat menyetujui regulasi tersebut.

Viva.co.id

Asosiasi Konsumen Muslim Malaysia (PPIM) menyepakati admin grup WhatsApp bisa dipenjara bila gagal menghalau penyebaran informasi palsu antar anggota. Dikutip dari Kantor Berita Malaysia, Bernama.com, salah satu aktivis, Datuk Nadzim Johan mengangggap aturan baru itu adil dan melatih masyarakat lebih bertanggung jawab dengan lalu lintas informasi yang diterimanya.

Nadzim menyatakan masyarakat mengalami kemunduran budaya dan terbelakang akibat tidak hati-hati memeriksa keabsahan informasi. Mereka cenderung lebih senang terus membagikan informasi yang belum jelas kebenarannya itu dari grup satu ke grup yang lain. Dampaknya jelas buruk, hingga menimbulkan korban.

Baca juga: Banyak Orang Percaya Kalau 21 Fakta Ini Hoax, Padahal Gak Lho!

India juga berlakukan regulasi serupa.

androidcentral.com

Selain Malaysia, pemerintah daerah Varanasi, India, juga sudah memberlakukan kebijakan serupa. Admin grup facebook, WhatsApp dan media sosial lainnya yang tidak dapat menahan beredarnya hoax bisa dituntut. 

"Ada beberapa kelompok di media sosial yang menyebarkan berita dan informasi yang tidak benar. Mereka menyebarkannya tanpa melakukan kroscek," begitu pernyataan pemerintah setempat seperti dikutip dari India Times. 

Meski belum diberlakukan di Indonesia, masyarakat diminta tetap harus waspada menanggapi berbagai informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Sebab, berita hoax sudah banyak menimbulkan korban. Berikut di antaranya:

Kakek dikeroyok massa di Pontianak.

Garudanews.idSeorang kakek warga Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Maman Budiman, tewas setelah dikeroyok massa gara-gara tersebarnya berita bohong tentang penculikan anak untuk dijual organ tubuhnya. Usut punya usut, Maman sedang mencari alamat anak kandungnya yang sudah menikah dengan warga setempat, sekaligus mengunjungi cucunya. Kebingungan Maman saat mencari alamat menimbulkan kecurigaan warga.

Dilansir dari Kbr.id, peristiwa itu bukan pertama kalinya. Sebelumnya, dua penganiayaan juga terjadi akibat berita bohong serupa di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Landak.

Pria di Brebes dihajar dan diarak seperti binatang.

Liputan6.comPria berpakaian lusuh menjadi sasaran amuk massa di Desa Tegalreja, Kecamatan Banjarharjo, Brebes, Jawa Tengah. Warga terprovokasi oleh kabar palsu yang menuding pria yang diduga mengalami gangguan jiwa itu pelaku penculikan.Mulanya, pria yang tidak diketahui identitasnya itu sedang berjalan di areal persawahan di Dukuh Jantilan. “Lalu ada warga yang meneriaki dia penculik. Mendengar teriakan itu, pria tersebut lari,” kata dia kepada Tempo.co.

Sejumlah warga yang sudah terpancing emosi memukulinya secara brutal. Warga juga mengarak pria tersebut keliling kampung. Kakinya diikat dan digantung di sepotong bambu, lalu digotong seperti binatang hasil buruan.

Baca juga: Dianggap Sebar Hoax, Tim Anies-Sandi Laporkan Pendiri Lembaga Survei SMRC

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya