TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Terparah, Wabah Demam Berdarah di Bangladesh Tewaskan 778 Orang

157.172 lainnya juga terinfeksi DBD sepanjang tahun ini

ilustrasi fogging untuk pembasmian nyamuk DBD (unsplash.com/Refat Ul Islam)

Jakarta, IDN Times - Jumlah kasus infeksi Demam Berdarah (DBD) di Bangladesh tahun ini telah meningkat tajam hingga mencapai rekor. Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, 778 orang di Bangladesh meninggal dan 157.172 lainnya terinfeksi DBD sepanjang tahun ini.

Jumlah kematian tertinggi sebelumnya terjadi pada 2022, ketika 281 orang dilaporkan meninggal. UNICEF memperkirakan jumlah yang sebenarnya lebih tinggi lantaran banyak kasus yang tidak dilaporkan.

Para ahli mengatakan kurangnya respons yang terkoordinasi menjadi penyebab banyaknya kematian akibat penyakit yang ditularkan oleh nyamuk tersebut.

DBD, yang disebabkan oleh infeksi virus dengue, biasa terjadi di daerah tropis. Penyakit ini menyebabkan demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, dan dalam kasus yang paling serius, pendarahan internal yang bisa berujung pada kematian.

Baca Juga: Berebut Pengaruh dengan China-AS, Prancis Kunjungi Bangladesh

Baca Juga: Di Sela KTT ASEAN, Jokowi Bertemu Presiden Bangladesh dan PM Kanada

1. Profesional medis di luar kota-kota besar perlu diberikan pelatihan yang lebih baik dalam menangani DBD

Melansir Associated Press, Mohammed Niatuzzaman, direktur Rumah Sakit Mugda Medical College di Dhaka, mengatakan kurangnya kebijakan yang berkelanjutan dan minimnya pengetahuan tentang cara menangani kasus tersebut menjadi penyebab meluasnya wabah DBD di Bangladesh.

"Para profesional medis di luar kota-kota besar memerlukan pelatihan yang lebih baik dalam menangani kasus DBD," ujarnya pada Kamis (14/9/2023). 

Dia juga mengatakan pihak berwenang harus melibatkan kelompok-kelompok seperti perusahaan kota dan pemerintah daerah untuk memerangi DBD. Di samping itu, para peneliti harus mempelajari bagaimana mempersiapkan diri menghadapi wabah di masa depan.

Sementara itu, beberapa warga Dhaka mengaku tidak puas dengan kinerja pihak berwenang dalam memberantas DBD.

“Rumah kami berada di daerah yang berisiko terkena DBD. Jumlah limbah dan sampahnya lebih banyak. Saya berhati-hati dan menggunakan kelambu. Meski begitu, putri saya terjangkit demam berdarah,” kata Zakir Hassain, warga daerah Basabo di Dhaka.

“Apa yang akan terjadi pada mereka yang tidak menyadarinya? Jika perusahaan kota atau komisaris kelurahan lebih berhati-hati dan menyemprotkan insektisida, maka kita bisa menghindari wabah demam berdarah,” katanya.

2. Sistem pengelolaan sampah tidak terencana dengan baik

Kondisi Dhaka, yang merupakan kota terpadat di dunia dengan tingkat urbanisasi yang tidak terkendali, juga semakin memperburuk wabah ini.

“Ada masalah pasokan air di Dhaka, sehingga masyarakat menyimpan air dalam ember dan wadah plastik di kamar mandi atau di tempat lain di rumah. Nyamuk bisa hidup di sana sepanjang tahun,” tulis Kabirul Bashar, profesor di departemen Zoologi Universitas Jahangirnagar, dalam jurnal Lancet bulan lalu.

“Sistem pengelolaan sampah kita tidak terencana dengan baik. Sampah menumpuk di jalan; Anda melihat banyak wadah plastik kecil dengan genangan air di dalamnya. Kami juga memiliki gedung bertingkat dengan tempat parkir mobil di basement. Orang-orang mencuci kendaraan mereka di sana, yang merupakan tempat yang ideal untuk nyamuk.”

Demi mengatasi serangan infeksi yang terus melonjak, Bangladesh telah mengubah fungsi enam rumah sakit COVID-19 untuk merawat pasien DBD dan meminta bantuan dari WHO untuk membantu mendeteksi dan menangani kasus tersebut lebih awal, dikutip CNN.

Baca Juga: Lebih dari 170 Orang Tewas akibat Demam Berdarah di Bangladesh

Verified Writer

Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya