TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Eks Menteri Imigrasi Denmark Dipenjara Atas Kebijakan Ilegal

Stojberg akan dipenjara selama 60 hari 

Mantan Menteri Imigrasi Denmark, Inger Stojberg. (Facebook.com/Inger Støjberg)

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Imigrasi Denmark, Inger Stojberg pada hari Senin (13/12/2021) divonis bersalah dalam sidang pemakzulan dan akan dipenjara. Stojberg diputuskan bersalah oleh hakim karena memisahkan pasangan pencari suaka secara ilegal dalam kebijakan imigrasinya saat menjabat pada 2016, dia menjabat sebagai menteri imigrasi dari 2015-2019.

1. Putusan tidak dapat diajukan banding

Ilustrasi palu pengadilan. (Pixabay.com/Daniel_B_photos)

Melansir dari BBC, dalam kasus ini ada 26 hakim Mahkamah Agung Denmark yang bersidang memutuskan apakah Stojberg telah bersalah atau tidak. Dari hasil sidang pada hari Senin, 25 hakim tersebut memutuskan mantan menteri itu bersalah, dengan melanggar Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia dan undang-undang mengenai akuntabilitas menteri.

Karena putusan pengadilan Stojberg akan menghadapi 60 hari kurungan penjara. Hasil sidang tidak dapat ditentang dengan pengajuan banding dan hukuman penjara tidak bersyarat, yang berarti dia harus menjalani masa tahanan di penjara. 

Terkait putusan ini Jaksa mengatakan mereka puas dengan putusan yang dianggap "bersejarah", sementara pihak pengacara Stojberg menentang putusan.

Stojberg menganggap putusan itu telah menghilangkan nilai-nilai yang berlaku di Denmark. Terkait hukumannya mantan pejabat menteri ini mengatakan kepada wartawan bahwa dia akan menjalani hukuman dan tidak akan menyesal atas tindakannya.

Baca Juga: Menkes: 72 Negara Sudah Terserang Omicron, Denmark-Inggris Tertinggi

Melansir dari DW, Stojberg pada Februari 2016 memberlakukan sebuah kebijakan yang membuat pencari suaka di bawah usia 18 tahun tidak dapat ditampung dengan pasangan mereka. Tindakan itu langsung menuai kontroversi dan dibatalkan beberapa bulan kemudian setelah adanya keluhan dari pasangan.

Ada 23 pasangan yang dipisahkan kebanyakan dari Suriah dan beberapa telah memiliki anak-anak atau istri sedang hamil, termasuk pasangan dari Suriah, Rimaz Alkayal, berusia 17 tahun dan pasangannya Alnour Alwan, berusia 26 tahun, keduanya terpisah selama empat bulan, saat istri sedang mengandung.

Pemisahan itu dikecam karena melewatkan pemeriksaan terhadap anak di bawah umur yang sudah menikah, sebagi evaluasi apakah mereka dalam bahaya, alih-alih secara otomatis dipisahkan dengan pasangan karena usia.

Membela kebijakannya itu, Stojberg mengatakan aturan diterapkan untuk melawan pernikahan terhadap anak secara paksa. Para pencari suaka yang mengajukan pengaduan semuanya mengatakan pernikahan itu dilakukan mereka tanpa adanya paksaan.

Melansir dari Euro News, selama menjadi menteri imgrasi perempuan berusia 48 tahun ini telah menerapkan kebijakan imigrasi yang keras. Selain memisahkan para pasangan, dia dalam kebijakan imigrasinya pada 2016 mengharuskan pencari suaka yang baru tiba menyerahkan barang-barang berharga seperti perhiasan dan emas sebagai biaya tinggal mereka di Denmark.

Setelah masa jabatannya usai pada 2019 kebijakan imigrasi yang keras masih dilanjutkan oleh pemerintah Sosial Demokrat, yang telah memperkenalkan langkah-langkah yang lebih keras dalam beberapa bulan terakhir. Pada bulan April memutuskan mencabut izin tinggal bagi pengungsi Suriah.

2. Kebijakan yang diterapkan

Baca Juga: Warga Asli Greenland Tuntut Ganti Rugi Kolonialisasi Denmark

Verified Writer

Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya