TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Uganda Tangguhkan Organisasi Pendukung LGBT

"Politisi menggunakan komunitas LGBT sebagai kambing hitam."

Bendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/daniel james)

Jakarta, IDN Times - Pihak berwenang Uganda menangguhkan Minoritas Seksual Uganda (SMUG) pada Jumat (5/8/2022). SMUG adalah organisasi yang memperjuangkan hak-hak LGBT di Uganda setelah kelompok itu gagal mendaftar ke Biro Nasional untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Sejak didirikan pada 2004 kelompok itu merupakan pendukung hak-hak LGBT paling menonjol di Uganda, di mana orang-orang LGBT di negara itu menghadapi diskriminasi.

Baca Juga: Langgar Hukum Internasional, Uganda Bayar Ganti Rugi Rp4,6 T ke Kongo

1. Nama kelompok dipermasalahkan

Bendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/Brielle French)

Melansir Associated Press, Frank Mugisha, pemimpin SMUG pada hari Sabtu telah mengonfirmasi bahwa pihak berwenang yang mengawasi LSM telah meminta SMUG untuk menangguhkan kegiatan.

“Ini berarti bahwa pekerjaan penyelamatan jiwa yang kami lakukan ditunda. Kami tidak bisa melindungi dan mendukung orang-orang LGBT yang rentan. Latar belakangnya, tentu saja, adalah homofobia dan transfobia," kata Mugisha.

Biro LSM dalam pernyataannya menyampaikan bahwa kegiatan kelompok itu harus segera dihentikan karena bukan perusahaan atau LSM. Pendaftarahan telah ditolak biro karena nama kelompok tersebut ditentang.

Mugisha membenarkan bahwa nama kelompok itu ditentang, dia menyampaikan penolakan itu membuat kelompoknya mengajukan banding ke pengadilan dan sedang menunggu keputusan.

Pemimpin SMUG ini juga menyampaikan karena permusuhan terhadap kelompoknya selama bertahun-tahun, dia memutuskan untuk menjalankan SMUG sebagai “asosiasi” daripada sebagai LSM.

2. Aturan hukum bagi LGBT di Uganda

Bendera pelangi yang merupakan simbol bagi kelompok LGBT. (Unsplash.com/Ian Taylor)

Homoseksualitas merupakan kegiatan ilegal di Uganda dalam undang-undang era kolonial yang mengkriminalisasi pelanggar. Data resmi polisi menunjukkan bahwa dari 194 orang yang didakwa dengan pelanggaran antara 2017 dan 2020, 25 orang dihukum.

Untuk transgender tidak ada undang-undang yang secara khusus mengkriminalisasi, tapi mereka telah secara teratur dituntut untuk pelanggaran lain, termasuk penampilan yang menipu, menurut laporan yang dikumpulkan oleh organisasi hak asasi manusia.

Beberapa pejabat Uganda telah mendesak adanya undang-undang baru yang lebih keras terhadap kelompok LGBT setelah undang-undang anti-gay yang diberlakukan oleh Presiden Yoweri Museveni pada 2014 dibatalkan.

Undang-undang itu, tidak dapat diterapkan karena disahkan oleh anggota parlemen selama sesi yang tidak memenuhi kuorum atau jumlah anggota untuk melakukan pemungutan suara. Aturan itu menetapkan hukuman hingga penjara seumur hidup bagi pelanggar. Versi awal aturan itu, bahkan memasukkan hukuman mati.

Mugisha menganggap pemerintah memperlakukan mereka yang LGBT sebagai warga negara kelas dua dan berusaha menghapus keberadaan mereka sepenuhnya.

Baca Juga: Aktivis LGBT Rusia yang Bagikan Ilustrasi Vagina Dibebaskan Pengadilan

Verified Writer

Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya