5 Masalah Utama yang Dihadapi Inggris setelah 5 Tahun Brexit
Sulitnya lari dari kenyataan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Tepat pada 23 Juni 2016 atau sekitar lima tahun yang lalu, masyarakat Inggris memutuskan untuk meninggalkan perkumpulan negara-negara Eropa. Pergesekan kepentingan ekonomi yang dinilai melemahkan Inggris menjadi alasan mereka hengkang dari Uni Eropa.
Dikutip dari The Guardian, keputusan Brexit singkatan populer dari British Exit, itu diharapkan dapat menyelesaikan banyak masalah ekonomi dan sosial. Namun, ternyata dalam sebuah survei memperingati lima tahun Brexit, warga Inggris yang menganggap hanya sedikit permasalahan yang berhasil diselesaikan.
Ketergantungan yang masih dimiliki Inggris terhadap perekonomian Uni Eropa, mempersulit proses transisi. Ditambah lagi, pandemik COVID-19 yang ikut memperburuk keadaan. Brexit memang dipercaya sebagian besar masyarakat Inggris sebagai keputusan terbaik untuk mereka.
Akan tetapi apakah hal tersebut merupakan keputusan yang menguntungkan? Ini masih menjadi sebuah pertanyaan besar.
Berikut adalah masalah-masalah yang masih tengah dihadapi Inggris pascareferendum Brexit pada 2016 lalu.
Baca Juga: Brexit atau Tidak Brexit: 5 Hal Penting soal Pemilu Inggris
1. Sentimen antiimigran
Inggris memang merupakan tempat yang bisa dikatakan kurang cukup ramah dengan pendatang, terutama pekerja asing. Dilaporkan The New York Times, meskipun sudah lama lepas dari Uni Eropa, sentimen masyarakat Inggris yang membenci pekerja imigran masih belum surut dan diskriminasi terus terjadi.
Sebagian besar pekerja imigran biasanya mengambil pekerjaan sebagai buruh pabrik. Bagi segelintir orang Inggris, hal tersebut sama saja mengambil kesempatan bekerja warga Inggris sendiri.
Meskipun begitu, banyak dari warga Inggris yang tidak mau bekerja di pabrik karena upah yang kecil. Hal itu menjadi alasan mengapa perusahaan lebih memilih pekerja imigran karena tidak pilih-pilih.
Sekarang Inggris yang mulai berdiri sendiri tanpa Uni Eropa dan secara bertahap mulai meregulasi jumlah pekerja imigran di negaranya. Namun hingga kini, belum diketahui pasti apakah kebijakan tersebut dapat menggenjot perekonomian Inggris.
Baca Juga: Lepas dari UE, Inggris Gabung Pakta Perdagangan Bebas Trans-Pasifik