TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Negara-Negara yang Pernah Bercokol di Afghanistan, Bikin Perang Besar

Pendudukan itu mudah didapatkan, namun sulit dipertahankan

Bendera Afghanistan. (Unsplash.com/Sohaib Ghyasi)

Jakarta, IDN Times - Afghanistan dijuluki sebagai "Graveyard of Empire" bukan tanpa alasan. Negara ini menjadi saksi sejarah bagaimana kekaisaran-kekaisaran kuno hingga negara modern mencoba untuk menaklukkan wilayah mereka.

Tidak semua upaya penaklukan itu gagal, misalnya Kekaisaran Makedonia di bawah Alexander yang Agung dan Kekaisaran Mongol yang berhasil menguasai mereka. Akan tetapi, memasuki abad ke-19 eksistensi Afghanistan sebagai wilayah yang tidak mudah ditaklukkan naik ke permukaan.

Dipenuhi pegunungan hingga kekayaan alam mineral yang besar, Afghanistan memiliki potensi menjadi negara kuat dan kokoh di Asia Tengah. Namun, konflik dan perang yang berlarut-larut membuat negara ini menjadi terpecah belah hingga sulit untuk berdamai demi masa depan yang lebih baik. 

Berikut adalah tiga perang besar yang mengguncang Afghanistan hingga hari ini. 

Baca Juga: Daftar Serangan Udara Fenomenal AS Menggempur Taliban

1. Invasi Inggris (1839, 1878, dan 1919)

Lukisan yang menggambarkan suasana pertempuran antara Pasukan Inggris melawan Pasukan Emirat Islam Afganistan pada tahun 1842. twitter.com/sashna111

Kerajaan Inggris menjadi satu-satunya negara modern yang pernah menginvasi Afghanistan sebanyak tiga kali. Alasan utama Inggris menyerang dan menduduki Afghanistan adalah untuk mengantisipasi ekspansi Kekaisaran Rusia ke wilayah India--yang saat itu sedang berada di bawah pengaruh Inggris.

Dikutip dari Brittanica.com, kekhawatiran Inggris terhadap Rusia membuatnya menginvasi Afghanistan untuk pertama kali pada 1839. Saat itu, Inggris berusaha menumbangkan Emirat Islam Afghanistan yang dinilai tidak mendukung kepentingan Inggris.

Militer Inggris dengan kekuatan yang jauh lebih superior dengan cepat menguasai sebagian besar wilayah Afghanistan. Namun, Inggris mulai sangat kewalahan ketika harus mempertahankan daerah-daerah yang sudah mereka kuasai dari pemberontakan masyarakat Afghanistan.

Karena Inggris terlalu meremehkan Afganistan dan tidak siap untuk perang, Kerajaan Inggris memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari Afghanistan pada 1842. Kemenangan Emirat Islam Afghanistan melawan Inggris pada itu menjadi pembuktian pertama negara itu sulit diduduki. 

Tidak berselang lama, Inggris yang telah belajar dari kesalahannya dan ingin balas dendam, kembali menginvasi Afghanistan pada 1878. Kedatangan Inggris kali ini sudah dengan persiapan khusus dan hanya bertujuan untuk memastikan bahwa Emirat Islam Afghanistan harus mengakui hegemoni Inggris di Asia Tengah dan India.

Berbeda dari sebelumnya, Inggris yang hanya membutuhkan loyalitas Emirat Islam Afghanistan, akhirnya memutuskan untuk menarik pulang pasukannya di 1880, setelah mendapat kepastian dari Emir Sher Ali Khan. Meskipun Inggris tercatat sebagai pemenang, ketidaksanggupan Inggris untuk benar-benar menduduki Afghanistan mulai menciptakan kondisi khusus di negara tersebut. 

Sebagai negara yang terus berada di pengaruh Inggris pascakemenangan Inggris itu, Emirat Islam Afganistan akhirnya memutuskan untuk menyerang daerah koloni Inggris di India. Mereka pun akhirnya mendeklarasikan penuh kemerdekaannya dari pengaruh Inggris pada 1919.

Dengan ekonomi yang sedang dalam masa pemulihan setelah selesainya Perang Dunia I dan keterbatasan prajurit sebagai akibat demobilisasi, Inggris memilih untuk melepaskan dan mengakui kedaulatan Negara Emirat Islam Afghanistan. 

Baca Juga: Taliban: Militer Asing Harus Cabut atau Kami Lawan sebagai Penjajah

2. Invasi Uni Soviet (1979-1989)

Suasana penyergapan yang dilakukan Pejuang Mujahidin terhadap konvoi Militer Soviet. twitter.com/metesohtaoglu

Diakui sebagai negara yang berdaulat sejak 1919, Emirat Islam Afghanistan berhasil menjadi negara yang damai untuk beberapa dekade sampai tetangga raksasanya di utara menginvasi.

Kudeta yang dilakukan tokoh nasionalis-komunis Afghanistan melengserkan kekuasaan Emirat Islam Afganistan. Ini menyebabkan kekacauan serius di negara tersebut karena implementasi perubahan progresif pascakudeta yang bertolak belakang dengan paham tradisionalis. 

Khawatir akan terjadinya revolusi Islam seperti yang berlangsung di Iran, pemerintah Uni Soviet melancarkan invasi militer terhadap Afganistan pada 1979. Soviet melakukan itu untuk mengantisipasi jatuhnya Afghanistan ke dalam pengaruh Islamis, seperti yang dilansir History.com.

Sama seperti Inggris, militer Soviet sangat meremehkan pejuang Mujahidin yang memberontak melawan kependudukan Uni Soviet dan Negara Demokratik Afghanistan yang berhaluan komunis. Petinggi militer Soviet yang memprediksi pertempuran tidak akan berlangsung lama.

Namun, ternyata mereka harus menghadapi realitas pahit setelah pasukan kebanggaannya yang tidak pernah kalah sejak Perang Dunia II mulai tidak berkutik melawan segerombolan pejuang sipil bersenjatakan AK-47 dan peluncur roket.

Strategi militer Soviet terbiasa berfokus melawan musuh konvensional, seperti militer AS dan NATO. Soviet justru tidak siap melawan pasukan pemberontak yang berperang secara gerilya tanpa persenjataan canggih seperti tank ataupun pesawat tempur. Ketidaksiapan Soviet dalam melatih prajuritnya untuk berperang melawan pemberontakan besar-besaran di Afghanistan menyebabkan sekitar 15 ribu prajurit Soviet gugur.

Api pemberontakan dinilai sangat sulit untuk dipadamkan akibat seruan jihad oleh pejuang Mujahidin terhadap militer Soviet, yang dicap sebagai anti-Islam. Akhirnya pada 1989, pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev, menarik mundur pasukannya setelah 10 tahun berperang melawan pemberontakan Mujahidin tanpa adanya kemajuan. 

Beberapa tahun kemudian, Uni Soviet runtuh karena kegagalan transformasi ekonomi serta korupsi besar-besaran. Negara Demokratik Afghanistan ikut runtuh satu tahun setelah Uni Soviet, tepatnya pada 1992, ketika pemerintahan komunis mereka ditumbangkan dan Negara Islam Afghanistan didirikan. 

Baca Juga: AS Angkat Kaki dari Afghanistan, Akankah Al-Qaeda Bangkit?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya