TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Erdogan Sebut Media Sosial Ancaman Demokrasi

Media sosial dianggap banyak menyebarkan disinformasi

Presiden Recep Tayyip Erdoğan menjawab pertanyaan wartawan setelah melakukan salat Jumat di Istanbul pada 14 Agustus 2020 (twitter.com/trpresidency)

Jakarta, IDN Times - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Sabtu (11/12/21) menyebut bahwa media sosial adalah salah satu ancaman terhadap demokrasi. Menurutnya, dulu kemunculan media sosial dianggap sebagai media pembebas tapi saat ini banyak digunakan untuk menyebarkan kebohongan dan disinformasi.

Erdogan menekankan pentingnya untuk memerangi kabar bohong dan berita palsu, demi melindungi orang-orang yang paling rentan. Dia ingin melindungi hak warganya dari ancaman kebohongan dan disinformasi. Karena itu, pemerintahannya mencoba mengesahkan undang-undang yang dapat menjerat para pelaku penyebar berita palsu.

1. Sumber utama ancaman demokrasi

Dalam sebuah konferensi komunikasi yang diselenggarakan pemerintah Turki di Istanbul, Presiden Erdogan muncul dalam sebuah pesan video. Di dalam video tersebut, dia mengatakan "media sosial, yang digambarkan sebagai simbol kebebasan ketika pertama kali muncul, telah berubah menjadi salah satu sumber utama ancaman bagi demokrasi saat ini," kutip Associated Press.

Dia kemudian menjelaskan bahwa pemerintah Turki mencoba melindungi rakyatnya dari kabar bohong dan disinformasi. Tindakan itu dilakukan dengan tanpa melanggar hak warga untuk menerima informasi akurat dan tidak memihak.

Tahun lalu, Turki mengesahkan undang-undang yang mewajibkan platform media sosial dengan lebih dari 1 juta pengguna, untuk memiliki perwakilan hukum dan menyimpan data di negara tersebut. Raksasa seperti Facebook, YouTube, dan Twitter telah mendirikan kantornya di sana.

Baca Juga: Sebarkan Hoaks Presiden Erdogan Meninggal, Turki Selidiki 30 Orang

Turki saat ini masih melakukan pengejaran untuk mengesahkan undang-undang yang digunakan untuk menjerat para penyebar berita palsu. Dengan undang-undang tersebut, orang-orang yang dianggap menyebar berita palsu dapat dihukum sampai lima tahun penjara.

Dilansir Al Jazeera, berita-berita palsu atau kabar disinformasi yang menyebar di media sosial, menurut Erdogan adalah "saluran yang tidak memiliki mekanisme kontrol yang efektif."

Menurut para pengamat, di Turki sebagian besar perusahaan media besar berada di bawah kendali pemerintah. Media sosial kemudian menjadi saluran yang penting bagi suara-suara yang berbeda pendapat.

Freedom House, organisasi nirlaba yang berpusat di Washington DC pada bulan September 2021 menerbitkan laporan untuk berbagai negara dengan tingkat kebebasannya. Turki memiliki skor 32 dari 100, yang itu berarti dicirikan bahwa Turki masuk klasifikasi negara "tidak bebas." Beberapa konten yang kritis terhadap pemerintah diperintahkan untuk dihapus.

2. Media sosial dinilai tidak memiliki kontrol yang efektif

Ilustrasi media sosial (Unsplash.com/Adem AY)

Baca Juga: Erdogan Siap Beli Lebih Banyak Sistem Pertahanan Udara Rusia

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya