TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Fakta-Fakta Sudan Kembali Memanas, Militer dan Paramiliter Bentrok

Pertempuran sengit terjadi di bandara internasional

ilustrasi pasukan RSF Sudan (Twitter.com/Rapid Support Forces)

Jakarta, IDN Times - Sudan yang merupakan salah satu negara di Afrika Utara, masih terus terancam dengan ketidakstabilan politik dan keamanan. Pada Sabtu (15/4/2023), angkatan bersenjata negara itu terlibat bentrokan di ibu kota Khartoum.

Kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF), mengklaim bahwa tentara telah menyerang terlebih dulu sehingga mereka melakukan balasan. Mereka kemudian mengaku telah merebut bandara kota dan mengontrol Istana Republik Khartoum, kantor kepresidenan negara itu.

Baca Juga: Sudan Membara! RSF Klaim Duduki Istana Presiden 

Baca Juga: PBB: Pejabat Sudan Lakukan Pelanggaran Kemanusiaan tapi Diampuni

1. Milisi sebut tentara menyerang pasukannya

Suara tembakan keras dan ledakan terdengar di beberapa daerah di Sudan, khususnya di pusat kota dan sekitarnya. Suara tersebut berasal dari bentrokan antara angkatan bersenjata negara melawan kelompok milisi RSF.

Dilansir VOA News, kelompok milisi dalam sebuah pernyataan, menuduh tentara telah menyerang pasukannya di pangkalan selatan Khartoum. Mereka kemudian melakukan pembalasan, merebut bandara kota dan mengontrol Istana Kepresidenan.

Lebih lanjut, RSF mengklaim telah merebut bandara sekaligus pangkalan udara di kota Marawi, sekitar 350 kilometer barat laut ibu kota Khartoum.

Bentrokan antara kelompok milisi dengan militer tersebut adalah hasil dari ketegangan beberapa bulan terakhir. Ketegangan berasal dari penundaan penandatanganan kesepakatan dengan partai politik untuk membangun pemerintah transisi yang demokratis.

Baca Juga: AS Marah Sudan Bebaskan Teroris yang Bunuh Petugas USAID

2. Tentara mengklaim bertindak untuk melindungi negara

ilustrasi tentara (Unsplash.com/Alexander Jawfox)

Sampai saat ini, belum dapat dipastikan berapa banyak korban yang jatuh atas bentrokan tersebut. Namun, tentara Sudan mengatakan bahwa milisi adalah kelompok yang melakukan penyerangan terlebih dulu di kamp mereka di Khartoum dan tempat lain.

"Pejuang dari RSF menyerang beberapa kamp tentara di Khartoum dan tempat lain di sekitar Sudan," kata juru bicara militer Nabil Abdallah dikutip Africa News.

Abdallah menggambarkan bahwa bentrokan dua belah pihak sedang berlangsung dan tentara menjalankan fungsinya untk melindungi negara. Belakangan, militer menyatakan RSF sebagai kekuatan pemberontak dan menilai pernyataan kelompok milisi itu sebagai kebohongan.

3. Gambaran situasi bentrokan dari penduduk

Sejak kudeta militer 2021, RSF disebut telah mengumpulkan puluhan ribu pasukan. Hal itu dikhawatirkan akan membuat Sudan  rentan untuk menuju demokrasi yang diharapkan.

Dalam bentrokan terbaru yang meletus di Khartoum, kota Omdurman dan daerah lainnya, para warga menggambarkannya sebagai suasana yang kacau karena tembakan dan ledakan terdenganr di lingkungan padat penduduk.

"Tembakan dan ledakan ada di mana-mana. Semua (orang) berlari dan mencari perlindungan" kata Amal Mohamed, seorang dokter di rumah sakit umum di Omdurman dikutip Associated Press.

"Kami belum pernah melihat pertempuran seperti itu di Khartoum sebelumnya," kata Abdel-Hamid Mustafa, seorang warga Khartoum. Dia mengaku melihat tentara dari dua pihak dengan truk lapis baja saling menembak di jalanan dan daerah pemukiman.

4. AS dan UEA minta pihak yang terlibat bentrokan untuk menahan diri

Antony Blinken (Twitter.com/Secretary Antony Blinken)

Dari banyak daerah yang dilaporkan mengalami bentrokan antara tentara dengan milisi, titik nyala paling sengit dilaporkan di Bandara Internasional Khartoum. Penerbangan komersial tujuan Arab Saudi bahkan harus kembali saat hampir mencapai bandara. Salah satu pesawat maskapai Saudi juga dilaporkan terlibat kecelakaan dan terbakar di landasan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Sudan. Dilansir BBC, dia menyerukan agar bentrokan tersebut segera diakhiri.

"Kami mendesak semua aktor untuk segera menghentikan kekerasan dan menghindari eskalasi lebih lanjut atau mobilisasi pasukan dan melanjutkan pembicaraan untuk menyelesaikan masalah yang belum selesai," kata Blinken.

Uni Emirat Arab (UEA) meminta semua pihak menahan diri dan mengurangi eskalasi. Mereka juga mendesak dilakukan kerja sama untuk mengakhiri krisisi melalui dialog.

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya