TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jepang: Perempuan Boleh Hadir Rapat tapi Tidak Boleh Bicara 

Kesenjangan gender dalam politik Jepang masih mengakar 

Pembukaan Kongres Wanita Jepang tahun 2019.(Instagram.com/tanakatoga)

Tokyo, IDN Times – Dalam beberapa minggu terakhir, Jepang dihantam isu seksisme yang memanas. Salah satu mantan Perdana Menterinya yang bernama Yoshiro Mori telah menimbulkan kemarahan publik setelah mengungkapkan pernyataan yang dianggap menghina perempuan.

Yoshiro Mori, dalam sebuah pernyataan, menganggap perempuan terlalu cerewet dan ingin selalu bersaing sehingga tidak terlalu cepat dalam mengambil keputusan-keputusan penting. Akibat pernyataannya itu, Mori yang menjabat sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo didesak untuk mundur dari jabatannya.

Keseteraan gender di Jepang di dalam tubuh politik adalah salah satu yang tertinggal di negara maju. Pada tahun 2012 lalu, ketika Shinzo Abe jadi Perdana Menteri, peringkat global perempuan di Parlemen Jepang berada di posisi 164 dari 193 negara. Saat ini kesenjangan gender di Jepang berada di posisi 121 dari 153 negara. Jepang adalah negara maju yang dikritik karena jarak kesenjangan gender yang curam.

1. Partai penguasa undang lebih banyak perempuan ke pertemuan

Yoshiro Mori mundur dari jabatan Presiden Olimpiade Tokyo. (Instagram.com/cmaesport)

Pernyataan Yoshiro Mori yang dianggap menghina perempuan telah membuat publik marah. Bahkan walikota Tokyo yang saat ini perempuan, mengancam tidak akan menghadiri pertemuan yang dilakukan bersama Mori karena ucapan berbau seksisme itu.

Yoshiro Mori akhirnya mundur dari jabatan ketua panitia Olimpiade Tokyo dan digantikan Seiko Hashimoto, seorang perempuan mantan atlet Jepang. Naomi Osaka yang saat ini menjadi petenis nasional andalan Jepang menyambut baik atas penunjukkan Hashimoto.

Jepang mulai terlihat untuk menyusun citra barunya atas kritik kesenjangan gender dengan memilih Hashimoto sebagai ketua panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo. Partai penguasa Jepang (LDP) juga mengundang para anggota partai perempuan untuk lebih banyak hadir dalam pertemuan atau rapat resmi.

Sekretaris Jendral LDP, Toshihiro Nikai, melansir dari kantor berita Reuters, beberapa hari setelah Mori mengundurkan diri, berharap akan ada lebih banyak anggota partai perempuan ikut hadir dalam rapat dewan. Nikai mengusulkan rencana bahwa anggota parlemen perempuan sebanyak lima orang dapat ikut hadir dalam pertemuan anggota dewan.

Baca Juga: Buntut Ucapan Seksis, Presiden Olimpiade Tokyo Mundur 

2. Hadir untuk jadi saksi pertemuan, tidak untuk berbicara

Toshihiro Nikai, Sekjen LDP Jepang. (Instagram.com/moto_ishizaka)

Toshihiro Nikai, salah satu politisi senior Jepang yang kini sudah berusia 82 tahun itu, berusaha untuk mendengar kritik dari publik. Karenanya ia mengajukan usulan keterlibatan perempuan lebih banyak dalam rapat atau pertemuan resmi.

Namun proposal rencana Nikai mendapatkan ejekan dari publik Jepang. Hal itu karena, menurut CNBC, perempuan yang akan diundang hadir hanya jadi pengamat dan tidak boleh berbicara. Para perempuan yang jadi pengamat itu dapat menyampaikan pendapatnya secara terpisah ke kantor sekretariat dan bukan pada saat pertemuan.

Apa yang diusulkan oleh Nikai justru kembali menimbulkan kemarahan publik Jepang dan lontaran kritik semakin kuat terdengar. Usulan Nakai itu menjadi bukti bahwa laki-laki terlalu mendominasi politik Jepang dan pandangan partai terhadap dominasi tersebut tidak pernah berubah meski ada kasus besar yang membuat Yoshiro Mori mundur dari jabatannya.

Baca Juga: Buntut Ucapan Seksis, Presiden Olimpiade Tokyo Mundur 

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya