TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jimmy Carter Peringatkan Demokrasi AS Telah Rapuh

AS terancam kehilangan demokrasi yang berharga

Mantan Presiden Jimmy Carter saat sesi Google Hangout yang diadakan selama KTT Hak Sipil Perpustakaan Kepresidenan LBJ pada hari Selasa, 8 April 2014, di Austin, Texas. (flickr.com/Lauren Gerson)

Jakarta, IDN Times - Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-39, Jimmy Carter, pada hari Rabu (5/1/22) memperingatkan bahwa demokrasi di AS sedang terhuyung-huyung. Demokrasi AS menurutnya sedang dalam kondisi yang rapuh.

Pendapatnya itu dituangkan dalam sebuah opini yang dikeluarkan bertepatan dengan peringatan satu tahun serangan ke gedung Capitol.

Banyaknya kampanye disinformasi dan sebaran propaganda untuk menabur ketidakpercayaan, telah meningkatkan toleransi terhadap kekerasan politik. Itu membuat demokrasi negara AS menjadi tertatih dan terancam.

1. Pendukung kebohongan memicu ketidakpercayaan pada sistem pemilu

Jimmy Carter adalah mantan Presiden AS tertua yang saat ini masih hidup. Dia prihatin dengan kondisi demokrasi AS yang menurutnya saat ini sedang tertatih-tatih di ambang jurang yang dalam.

Dilansir CNN, Carter mengatakan memiliki harapan bahwa serangan mematikan di Capitol tahun lalu akan menjadi semacam hal yang mengejutkan bangsa, dan dengan begitu segera dapat memicu orang untuk mengatasi polarisasi beracun yang mengancam demokrasi AS. 

Namun politisi "berusaha untuk menang dengan cara apa pun, dan banyak orang Amerika dibujuk untuk berpikir dan bertindak sama, mengancam untuk meruntuhkan fondasi keamanan dan demokrasi kita dengan kecepatan yang menakjubkan," kata pria sepuh yang mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2002 itu.

Selain itu, kelompok para pendukung kebohongan yang berpikir bahwa hasil pemilu telah dicuri, "telah mengambil alih satu partai politik dan memicu ketidakpercayaan pada sistem pemilihan kita."

Meski tanpa menyebut nama, tapi kalimat itu bisa dirujukkan kepada para pendukung Donald Trump yang melakukan serangan ke gedung Capitol dan Partai Republik yang mengusung Trump.

Baca Juga: 7 Fakta Cleveland, Kota Besar Termiskin di Amerika Serikat

AS adalah salah satu negara utama yang mempromosikan demokrasi ke seluruh negara di dunia. AS juga dinilai sebagai salah satu negara contoh dinamika demokrasi, sebagai cermin untuk negara lain.

Tapi tahun lalu ketika pendukung Donald Trump melakukan serangan ke gedung Capitol, insiden tersebut telah menimbulkan keterkejutan banyak kalangan, baik di AS ataupun global.

Gedung Capitol yang menjadi tempat berkumpulnya para senat dan anggota parlemen, adalah salah satu simbol demokrasi AS. Serangan ke gedung tersebut berarti serangan terhadap demokrasi AS.

Kejadian itu, menurut Jimmy Carter, telah menghadapkan AS kepada risiko perang sipil. Dilansir Huffington Post, "tanpa tindakan segera, kita berada pada risiko konflik sipil dan kehilangan demokrasi kita yang berharga. Orang Amerika harus mengesampingkan perbedaan dan bekerja sama sebelum terlambat."

2. Ancaman kehilangan demokrasi yang berharga

Baca Juga: Tesla Buka Dealer di Xinjiang, Timbulkan Kecaman dari Amerika Serikat

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya