TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Massa Pro-Demokrasi Bentrok dengan Polisi Thailand

Aksi dipicu penggerebekan penerbit buku oleh polisi 

Polisi Thailand menembakkan gas air mata ke arah demonstran. (Twitter.com/Fabluc)

Bangkok, IDN Times - Massa pendukung pro-demokrasi di Thailand masih melakukan protesnya kepada pemerintah. Meski tingkat protes di Thailand telah surut dibandingkan dengan tahun lalu karena pembatasan COVID-19, tapi aktivis pro-demokrasi tersebut melakukan protes menuntut pembebasan teman-teman mereka yang ditahan.

Demonstrasi terbaru dilakukan pada hari Sabtu (20/3) di dekat Grand Palace Bangkok. Bentrokan terjadi antara demonstran dan polisi dalam kesempatan tersebut. Polisi Thailand menggunakan peluru karet, gas air mata dan meriam air untuk membubarkan massa.

1. Demonstran menerobos pembatas

Aksi terbaru massa pro-demokrasi Thailand dilakukan sebagai gerakan lanjutan menuntut pembebasan teman-teman mereka yang ditahan oleh pihak berwenang. Massa yang berjumlah hampir 1.000 orang tersebut berhasil menerobos barikade kontainer yang dipasang oleh pasukan keamanan. Kontainer yang bertumpuk dua tingkat berhasil ditumbangkan dengan tali.

Melansir dari laman Associated Press, pasukan kemananan Thailand awalnya sudah memperingatkan massa yang menerobos barikade. Tapi massa mengacuhkan peringatan sehingga membuat pasukan keamanan berupaya membubarkan massa dengan meriam air, menembakkan gas air mata dan peluru karet.

Pasukan keamanan berhasil menghalau massa protes. Namun bentrokan di beberapa tempat terjadi. Demonstran berhasil memerciki lusinan lukisan kerajaan dengan cat dan berusaha membakarnya tetapi tidak berhasil.

Sedangkan di beberapa lokasi, demonstran membakar ban dan sampah serta menggunakan petasan berukuran besar untuk menyerang petugas.

Demonstrasi terbaru oleh massa Thailand diorganisir oleh REDEM atau Restart Democracy. REDEM, sebuah faksi dari gerakan protes tahun lalu yang dimulai dengan tiga tuntutan utama: Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan pemerintahannya untuk mundur, konstitusi diamandemen agar lebih demokratis dan reformasi monarki agar lebih akuntabel.

Baca Juga: Thailand Bantah Kirim 700 Ratus Karung Beras untuk Tentara Myanmar

2. Aksi dipicu penggerebekan penerbit buku oleh polisi

Buku-buku yang disita oleh polisi. (Twitter.com/TLHR)

Tahun lalu, pemerintahan PM Thailand Prayuth Chan-ocha dan monarki mendapatkan tekanan yang serius selama berbulan-bulan dari masyarakat pro-demokrasi. Aksi protes terjadi dan bentrokan secara berulang terlihat. Beberapa ketua aktivis ditangkap oleh polisi.

Aksi demonstrasi terbaru pada hari Sabtu dipicu oleh penggerebekan sebuah penerbitan yang bernama Samesky Publishing Co. Penerbit tersebut sering menerbitkan buku yang dinilai kontroversial mengenai monarki Thailand.

Melansir dari laman Al Jazeera, polisi melakukan penggeledahan pada Sabtu siang hari dan berhasil menyita 179 eksemplar buklet berjudul Institusi Monarki dalam Masyarakat Thailand. Buklet tersebut adalah transkrip dari pidato Arnon Nampa, salah satu pimpinan protes pro-demokrasi dan aktivis hak asasi manusia yang saat ini berada di dalam penahanan.

Polisi perlu mencari bukti dan menilai bahwa buku-buku tersebut mungkin ilegal untuk dimiliki, digunakan, atau digunakan untuk merencanakan "aksi kejahatan." Salinan buklet tersebut telah beredar secara luas di media sosial dalam bentuk pdf setelah penggerebekan berlangsung.

Baca Juga: Rudenim Makassar Amankan Pria Thailand 13 Tahun Tinggal di Indonesia

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya