TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Presiden Prancis akan Tarik Pasukan dari Mali

Negara-negara Eropa belum sepenuhnya sepakat

ilustrasi (Twitter.com/Armée française - Opération BARKHANE)

Jakarta, IDN Times - Emmanuel Macron, Presiden Prancis, disebutkan akan merencanakan menarik semua pasukannya dari Mali. Ini karena Prancis terlibat masalah dengan pemimpin junta militer, yang menguasai negara tersebut.

Mali telah mengalami kudeta sebanyak dua kali yang dipimpin oleh seorang Jenderal bernama Assimi Goita. Situasi politik itu membuat Prancis yang mendukung demokrasi, menjadi kecewa. Selain itu, sentimen anti-Prancis juga menguat. Bulan lalu, Duta Besar Prancis untuk Mali diusir.

Pasukan Prancis telah berada di Mali sejak sembilan tahun lalu. Mereka melaksanakan operasi militer, membantu Mali dari gempuran pasukan kelompok militan jaringan ISIS dan al-Qaeda.

Kini setelah hubungan Prancis-Mali memburuk, rencana penarikan pasukan oleh Macron telah menimbulkan kekhawatiran bagi pasukan perdamaian PBB dan pasukan Eropa lain. Itu karena, selama ini Prancis mendukung dan melindungi mereka dengan pasukan udara.

1. Mundur dari Mali dan pindah ke negara-negara lain yang membutuhkan

Pasukan Prancis mulai berada di Mali pada tahun 2013. Mereka diminta membantu mengusir kelompok militan. Kelompok bekas jaringan ISIS dan al-Qaeda itu telah mengancam Mali, juga beberapa negara tetangga lain. 

Pada tahun 2014 Prancis menggelar Operasi Barkhane, membantu Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania dan Niger dalam menghadapi kelompok militan. Saat ini, hubungan yang memburuk antara Mali dan Prancis, membuat kekuatan utama Eropa berniat menarik pasukannya.

Dilansir Al Jazeera, keputusan penarikan pasukan oleh Presiden Macron diperkirakan akan dilakukan minggu ini. Pengumuman akan dilakukan bersamaan pertemuan tingkat tinggi antara Uni Eropa (UE) dengan Uni Afrika.

Pasukan Prancis khususnya yang berada di Mali, kemungkinan akan dipindahkan ke negara-negara lain yang lebih menginginkan bantuan.

Jean-Yves Le Drian Menteri Luar Negeri Prancis mengatakan "jika kondisi tidak lagi memungkinkan kami untuk dapat bertindak di Mali (yang sudah jelas terjadi) kami akan terus memerangi terorisme secara berdampingan dengan negara-negara Sahel yang menginginkannya."

Baca Juga: Misi Perdamaian PBB di Mali Harus Tunda Penerbangan

2. Pasukan khusus Takuba Eropa kemungkinan juga akan mundur dari Mali

Prancis bisa disebut sebagai pemimpin operasi dalam menahan serangan kelompok militan di gurun Sahel, Afrika Barat. Prancis bekerja sama dengan lima negara di wilayah tersebut dan membentuk G-5 Sahel.

Selain itu, Prancis juga mendapatkan dukungan dari beberapa negara Eropa dalam menghadapi ancaman terus-menerus yang dilakukan kelompok militan. Pasukan Eropa itu termasuk pasukan khusus bernama Takuba.

Pasukan Eropa lain yang ada di Mali adalah European Union Training Mission (EUTM) dan EUCAP EU.

Penarikan pasukan Prancis secara otomatis akan berdampak pada Takuba dan pasukan lainnya. Empat sumber diplomatik Eropa mengatakan kepada Reuters, bahwa Prancis dan mitra Takubanya telah "memutuskan untuk memulai penarikan terkoordinasi sumber daya militer mereka dari wilayah Mali."

Dengan mundurnya pasukan Prancis dan mitra Eropa, ada kekhawatiran dengan pasukan perdamaian PBB di Mali, yang jumlahnya sekitar 14.000 tentara, tak lagi mendapatkan dukungan udara dari tentara Prancis. Pasukan perdamaian PBB itu berada di Mali untuk mengamankan penduduk juga dari ancaman kelompok militan.

Baca Juga: 40 Militan Tewas dalam Serangan Udara Prancis di Burkina Faso

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya