TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

WHO Kecam Negara Kaya karena Memonopoli Vaksin

Permintaan vaksin negara kaya bisa merusak skema COVAX

WHO peringatkan dunia diambang kegagalan moral dalam distribusi vaksin COVID-19. Ilustrasi (instagram.com/drtedros)

Jenewa, IDN Times - Vaksin virus corona telah menjadi salah satu senjata utama saat ini yang diyakini dapat memerangi virus mematikan itu. Namun dalam produksi dan distribusinya, hingga saat ini masih mendapatkan banyak masalah.

Salah satu masalah tersebut adalah adanya monopoli dari negara-negara kaya dalam membelanjakan vaksin mereka langsung kepada produsen. Hal itu telah menyebabkan monopoli pasokan vaksin dan membuat negara-negara berkembang dan miskin semakin terancam kekurangan pasokan.

Ketika negara berkembang dan miskin kekurangan pasokan, maka bisa tertinggal dalam kampanye vaksinasi. Jika sudah demikian, negara tersebut dapat menjadi tempat bagi berkembangnya strain varian baru dan virus bisa menyerang balik.

1. Negara kaya mempengaruhi pasokan vaksin dunia

Ilustrasi vaksin. (Pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Kemelut tentang pasokan dan distribusi vaksin virus corona telah menimbulkan banyak polemik. Salah satunya adalah pengaruh negara-negara kaya yang telah melakukan pendekatan langsung terhadap produsen dan itu dianggap mempengaruhi skema distribusi COVAX, sebuah skema pembagian vaksin yang adil bagi dunia.

Melansir dari laman Australian Broadcasting Corporation, Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengkritik tindakan yang dilakukan oleh negara-negara kaya tersebut. Menurutnya, beberapa negara kaya telah mendapatkan lebih banyak vaksin.

Tindakan tersebut telah mempengaruhi "kesepakatan (produsen) dengan COVAX, dan bahkan jumlah (vaksin) yang dialokasikan untuk COVAX menjadi berkurang karena hal ini." Tedros tidak menyebut negara mana saja dan juga tidak menyebutkan rincian mengenai tindakan monopoli tersebut.

Tedros menyampaikan bahwa dia berharap negara-negara kaya menghormati kesepakatan COVAX dan mempertimbangkan untuk membuat kesepakatan dengan produsen. Negara kaya harus memikirkan bahwa kesepakatan mereka dengan produsen tidak akan mengganggu pasokan vaksin yang telah dilakukan oleh COVAX dengan produsen.

Baca Juga: 2 Warga Florida Menyamar Jadi Nenek agar Dapat Vaksin

Pada hari Jumat (19/2) negara yang tergabung dalam G-7 melakukan pertemuan virtual dan salah satu hal yang dibahas adalah akses terhadap pasokan vaksin yang adil bagi dunia. Dalam pertemuan virtual tersebut, mereka bersepakat akan mempercepat pengembangan dan penyebaran vaksin global dan mendukung akses yang terjangkau dan adil.

Melansir dari laman Associated Press, PM Inggris, Boris Johnson saat membuka pertemuan virtual tersebut berpidato dan mengatakan bahwa "Ini adalah pandemi global dan tidak ada gunanya satu negara berada jauh di depan negara lain," ujarnya.

Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Italia, Inggris dan Amerika Serikat adalah negara yang tergabung dalam G-7. Dalam pertemuan tersebut, mereka bersepakat akan mengutip dana kolektif sebesar 7,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp106 triliun guna membantu WHO sebagai upaya program vaksin yang didukung oleh PBB.

Pada hari Senin (22/2), Tedros mengucapkan terima kasih atas janji bantuan tersebut yang ia anggap sebagai "signifikan." Tedros juga menyatakan bahwa "Cara terbaik untuk melindungi Anda tidak hanya memvaksinasi Anda, tetapi juga memvaksinasi seluruh dunia, berbagi vaksin dengan seluruh dunia."

Sebelumnya, Tedros pernah mengatakan akan terjadi kegagalan moral jika dunia tidak bersatu dalam distribusi vaksin secara merata ke negara-negara yang miskin dan rentan. Penimbunan vaksin dan nasionalisme vaksin tidak akan dapat menyelesaikan pandemi yang berlangsung saat ini.

2. Negara G-7 sepakat memberikan bantuan dana tambahan

Baca Juga: Xi Jinping Janji Tak Akan Monopoli Vaksin COVID-19 Buatan Tiongkok 

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya