TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Amnesty Internasional: Stop Kriminalisasi Tentara Gay di Korea Selatan

Korea Selatan memberlakukan wajib militer bagi laki-laki

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-Ji

Seoul, IDN Times - Amnesty Internasional merilis laporan mengenai kriminalisasi terhadap anggota militer Korea Selatan, yang merupakan homoseksual pada Kamis (11/7). Dalam laporan tersebut, Amnesty Internasional menemukan tentara gay serta trans di negara itu menghadapi praktik kekerasan, pelecehan, serta diskriminasi karena orientasi seksual mereka.

Direktur Riset Asia Timur Roseann Rife mengatakan dampak terhadap lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks (LGBTI) sangat buruk. "Militer Korea Selatan harus berhenti memperlakukan LGBTI sebagai musuh. Kriminalisasi aktivitas seksual sesama jenis sangat buruk terhadap kehidupan banyak tentara LGBTI dan berdampak kepada masyarakat lebih luas."

1. Hubungan sesama jenis di dunia militer adalah perbuatan kriminal

unsplash.com/Stephanie Nakagawa

Sumber hukum yang mengkriminalisasi tentara homoseksual adalah Pasal 92-6 Undang-Undang Kejahatan Militer, di mana hubungan sesama jenis antara laki-laki di dalam institusi militer, baik ketika bertugas atau tidak, pantas diganjar hukuman dua tahun penjara.

Ini karena Korea Selatan mengategorikan hubungan tersebut sebagai bagian dari perilaku tidak terpuji. Sementara, menurut Amnesty Internasional, undang-undang ini "tidak sesuai dengan kewajiban terhadap peraturan HAM internasional yang sudah ditanda tangani oleh negara".

Baca Juga: Diminta Wajib Militer, Transgender Thailand Resah

2. Kriminalisasi di dunia militer berakibat pada kelompok LGBTI secara luas

unsplash.com/Shawn Ang

Walau undang-undang itu hanya berlaku di militer, tapi Amnesty Internasional melihat bahayanya sampai ke kehidupan sehari-hari warga sipil. Sebab, pemerintah Korea Selatan mengatur semua laki-laki untuk mengikuti wajib militer kurang lebih selama 21 bulan. Dengan kata lain, laki-laki yang tidak berkarier sebagai tentara pun merasakan diskriminasi.

"Dengan menginstitusionalisasi praktik diskriminatif, hukum yang mengkriminalisasi hubungan antar lelaki, menguatkan prasangka sistematis terhadap laki-laki gay, biseksual, orang-orang transgender, dan non-biner, baik yang berada di militer atau di jalanan atau di rumah," tegas Amnesty Internasional.

3. Korea Selatan menyatakan undang-undang itu tidak bertujuan untuk mendiskriminasi

ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-Ji

Reuters melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan Korea Selatan menolak memberikan tanggapan atas rilis Amnesty Internasional. Hanya saja, sejak dulu, Seoul menegaskan Undang-Undang Kejahatan Militer yang memasukkan hubungan sesama jenis antar lelaki sebagai praktik kriminal itu sangat diperlukan.

Dilansir dari New York Times, pemerintah mengatakan Pasal 92-6 bukan untuk menghukum orientasi seksual, melainkan mencegah adanya kekerasan seksual di tubuh militer, yang mayoritas beranggotakan laki-laki. Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pun membenarkan dengan menyebut itu dibutuhkan untuk menjaga kedisiplinan.

4. Semakin banyak tentara terjerat pasal itu

ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva

Berdasarkan data pemerintah, jumlah tentara Korea Selatan yang dikenai Pasal 92-6 semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2009 dan 2010, ada dua tentara yang harus menjalani proses hukum karena aturan itu. Lalu, pada 2012 dan 2017 masing-masing menjadi 14 serta 28 tentara. Tahun lalu, ada 10 tentara yang dijerat pasal tersebut.

Di saat bersamaan, para veteran telah menyuarakan adanya diskriminasi terhadap anggota militer homoseksual. Mereka juga mengaku ada praktik kekerasan seperti pemukulan dan perundungan terhadap tentara yang diketahui menyukai sesama jenis. Karena itu, mayoritas gay memilih menyembunyikan orientasi seksual mereka karena takut.

Baca Juga: UU Pornografi dan Kriminalisasi Kelompok LGBT

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya