TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

AS Jatuhkan Sanksi kepada Tiongkok karena Masalah Xinjiang

Diperkirakan ada 1 juta warga Uighur ditawan di kamp khusus

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson di London, Inggris, pada 21 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Hannah McKay

Jakarta, IDN Times - Gedung Putih mengumumkan sanksi kepada dua pejabat senior dan entitas Pemerintah Tiongkok atas dugaan pelanggaran HAM terhadap warga Muslim minoritas, termasuk Uighur, di Provinsi Xinjiang. Pengumuman disampaikan pada Jumat 30 Juli 2020.

Kantor Pengendalian Aset Luar Negeri di Kementerian Keuangan Amerika Serikat menyebut entitas yang dijatuhi sanksi adalah Xinjiang Production & Construction Corp (XPCC). Organisasi ekonomi dan paramiliter tersebut berperan besar dalam pengembangan perekonomian di kawasan mayoritas Muslim tersebut.

Selain itu, dua pejabat bernama Peng Jiarui dan Sun Jinlong juga menerima sanksi. Dalam situs resmi kementerian, Peng adalah Deputi Sekretaris Partai Komunis sekaligus Komandan XPCC. Sedangkan Sun merupakan mantan Komisar Politik di XPCC.

China Human Rights Defenders (CHRD) mengestimasi pada 2018 bahwa ada satu juta warga Uighur dan etnis minoritas lainnya yang ditawan di kamp-kamp khusus di Xinjiang. Hasil studi tersebut juga dipakai oleh PBB dalam sejumlah laporan terkait dugaan pelanggaran HAM di provinsi yang terletak di Tiongkok barat daya itu.

Baca Juga: Waduh, Donald Trump akan Larang TikTok di Amerika Serikat Nih!

1. XPCC, Peng, dan Sun dilarang mengakses sistem finansial dan properti Amerika Serikat

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat mengunjungi Kantor Pusat Palang Merah Nasional Amerika di Washington, Amerika Serikat, pada 30 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria

Sanksi yang dijatuhkan membuat XPCC, Peng dan Sun dilarang mengakses sistem finansial dan properti Amerika Serikat. Warga serta perusahaan Amerika Serikat juga tidak diizinkan untuk melakukan transaksi ekonomi apa pun dengan ketiganya.

"Seperti disampaikan sebelumnya, Amerika Serikat berkomitmen untuk menggunakan secara penuh semua kekuatan finansial kami untuk menuntut pertanggungjawaban para pelaku pelanggaran HAM di Xinjiang dan seluruh dunia," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin.

Melansir The New York Times, sanksi tersebut diprediksi tidak akan berdampak praktis kepada Peng dan Sun. Ini lantaran tidak jelas apa pengaruh mereka terhadap perdagangan internasional yang dilakukan oleh XPCC yang mengawasi sejumlah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang ekspor.

2. XPCC disebut sebagai organisasi kuat di Tiongkok

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson di London, Inggris, pada 21 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Hannah McKay

Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi itu di bawah Undang-undang Magnitsky Global yang diimplementasikan pada 2016. Dengan peraturan tersebut, mudah bagi Washington untuk memberikan sanksi bagi pejabat atau entitas luar negeri jika dianggap terlibat dalam pelanggaran HAM.

Nama XPCC sendiri hampir tidak pernah terdengar di telinga warga asing. Menurut tulisan Foreign Policy, dalam Bahasa Mandarin, XPCC juga dikenal sebagai Bingtuan yang berarti unit militer. Organisasi yang sangat kuat dan penuh kerahasiaan tentu beroperasi di Xinjiang selama berpuluh-puluh tahun.

Tak hanya ekonomi, XPCC juga merambah ke dunia politik. Sebanyak 12 persen dari total warga Xinjiang bekerja di organisasi itu, walau mayoritas berasal dari etnis Han yang mendominasi Tiongkok. Per 2014, XPCC mengendalikan 17 persen dari keseluruhan ekonomi di provinsi tersebut, termasuk menguasai sepertiga produksi kapas dalam negeri.

Bagi Beijing, XPCC adalah aktor penting dalam memerangi terorisme dan menjaga stabilitas di Xinjiang. Ini karena sejak lama, pemerintah menilai etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya tidak memiliki pandangan yang sama tentang konsep Tiongkok sebagai negara. Akibatnya, Beijing pun memberlakukan aturan ketat yang sulit dibedakan dari praktik pelanggaran HAM.

Baca Juga: Ada 6 Kasus COVID-19 Baru, Xinjiang Kembali Lockdown

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya