Facebook Dikritik Karena Telah Mencederai Demokrasi, Apa Sebabnya?
Kritik datang dari beberapa media!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jika dulu Facebook hanya digunakan untuk chatting dan melihat foto teman-teman, sekarang fungsi media sosial tersebut sudah bergeser. Bagi mayoritas pengguna Facebook, mereka memperoleh informasi dari apapun yang muncul di halaman depan. Dengan kata lain, mereka tidak secara khusus mengunjungi portal berita tertentu, tapi hanya mengandalkan Facebook sebagai sumber informasi. Kritikus Facebook menilai hal ini berbahaya.
Konten di Facebook tidak dikontrol oleh sistem algoritme, melainkan orang-orang yang mereka bayar.
Mark Zuckerberg mengelak bila Facebook disebut sebagai perusahaan media. Dia dengan tegas menyebut Facebook adalah perusahaan teknologi. Lebih lanjut, Zuckerberg menyatakan Facebook merupakan sebuah wadah netral yang membantu penggunanya berbagi informasi.
Vox, salah satu media ternama asal Amerika Serikat, membantah pernyataan Zuckerberg dengan memberi argumen bahwa Facebook memutuskan kebijakan editorial setiap hari. Dalam reportasenya, Vox meyakini meski sebagian besar konten Facebook di halaman depan itu ditentukan oleh sistem algoritme. Namun, terdapat tangan-tangan manusia di baliknya yang menentukan rangkaian konten mana saja untuk muncul di bagian teratas.
Rangkaian tersebut didasarkan pada engagement, yaitu seberapa banyak sebuah konten dibagi dan disukai pengguna Facebook. Kemudian, mereka juga memprediksi konten jenis apa yang pengguna suka. Contohnya, bila seseorang sering mencari informasi tentang terorisme, maka konten serupa yang akan selalu muncul di urutan paling atas halaman depan Facebook dengan tingkat frekuensi tinggi.
Vox juga mengutip kolom tulisan jurnalis Slate, Will Oremus, yang menulis kritikan cukup pedas tentang satu kesalahpahaman yang meliputi bagaimana sistem algoritme bekerja. Selama ini banyak orang tidak memahami bagaimana konten-konten tertentu muncul di posisi teratas di halaman depan Facebook mereka. Oremus menulis:
Sistem algoritme Facebook itu cacat karena otak-otak di baliknya pada dasarnya adalah manusia. Manusia memutuskan data apa yang boleh lolos ke halaman Facebook, apa yang Facebook bisa lakukan dengan data tersebut, dan hasil apa yang Facebook ingin dapatkan dari mengolah data itu.
Baca Juga: [OPINI] Tragisnya Standar Ganda Kebebasan Berpendapat di Indonesia
Baca Juga: Petisi Agar Pengedit Video Ahok Diproses Hukum Mencapai 50 Ribu Dukungan