Media Tiongkok: Karena Iri, Amerika Serikat Intervensi Soal Uighur
Global Times tuding negara Barat bias terhadap Tiongkok
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Beijing, IDN Times - Media pemerintah Tiongkok berbahasa Inggris, Global Times, menerbitkan posisi editorialnya mengenai perlakuan negara-negara Barat yang bias soal konflik etnis.
Menurut artikel yang diterbitkan pada Senin malam tersebut (16/12), Amerika Serikat berbeda sikap terhadap Tiongkok dan India yang sama-sama punya masalah bersinggungan dengan etnis dan agama.
Media itu menjadikan kerusuhan di Assam, India, sebagai salah satu contoh. Pengesahan Undang-undang Kewarganegaraan yang mengeksklusi Muslim dari kategori imigran atau pengungsi yang bisa mendapatkan status warga negara di India melahirkan unjuk rasa besar-besaran di wilayah itu.
Menurut laporan India Today, ada empat demonstran yang tewas ditembak polisi anti-huru-hara di wilayah yang sarat dengan tensi antara kelompok Muslim dan Hindu tersebut.
Baca Juga: Protes UU 'Anti-Muslim' di India Tewaskan 6 Orang
1. Global Times menilai Amerika Serikat tidak terlalu ikut campur terhadap urusan India
Dalam UU yang diloloskan parlemen pada minggu lalu, pemerintah bisa memberikan paspor India kepada kelompok minoritas beragama yang dianggap jadi korban persekusi di negara tetangga, kecuali Islam.
Ada tiga negara yang masuk dalam daftar yaitu Pakistan, Bangladesh, dan Afganistan. UU itu juga berbasis kepada agama yang menetapkan penganut Hindu, Buddha, Sikh, Jain, Parsi, dan Kristen, sebagai orang-orang yang memenuhi kualifikasi untuk dilindungi.
Pemerintahan Narendra Modi pun dituding semakin memarjinalkan warga Islam karena ideologi Hindu nasionalisnya yang mengakar di partainya. "Tapi, Modi beruntung karena intervensi negara Barat dalam urusan etnis dan agama di India masih terbatas," tulis Global Times.
Amerika Serikat, melalui Komisi Kebebasan Beragama Internasional "mengkritik India sebelum pembahasan RUU, khawatir pemerintah India memperkenalkan sebuah 'ujian keagamaan' untuk mendapatkan kewarganegaraan".
Media itu juga menyebut Washington hanya "mendorong India untuk melindungi hak beragama kelompok minoritas" tanpa membuatnya menjadi "krisis diplomatik" antara kedua negara.
Baca Juga: Arab Saudi dan Rusia Puji Sikap Tiongkok Terhadap Uighur di Xinjiang