Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
New York, IDN Times - Di tengah hangatnya pembicaraan mengenai pelecehan seksual di seluruh dunia, rupanya institusi setua PBB pun tak luput dari tudingan tersebut. Puluhan orang yang saat ini masih jadi staf maupun yang telah keluar membeberkan pengakuan mereka kepada The Guardian.
Baca juga: Millennial Berbeda Pendapat Soal Definisi Pelecehan Seksual
1. Ada kultur pembiaran yang mengindikasikan pelecehan seksual tak dianggap sebagai masalah
Instagram.com/unitednations Berdasarkan wawancara tersebut, pelecehan seksual terjadi tidak hanya di markas besar PBB di New York atau Jenewa saja, melainkan di kantor-kantor perwakilannya di berbagai negara. Bahkan, yang lebih mengerikan, kata mereka, petinggi-petinggi PBB tidak melakukan apapun untuk mengusut aduan para korban.
Kultur pembiaran itu hadir di seluruh cabang organisasi dan sistem yang buruk justru menempatkan para korban sebagai musuh. Misalnya, 15 staf mengaku mengalami atau melaporkan pelecehan seksual selama lima tahun terakhir. Bentuknya pun mulai dari secara verbal hingga pemerkosaan. Namun, tak ada langkah berarti dari para petinggi untuk menindaklanjuti laporan-laporan itu.
2. Ada yang takut kehilangan pekerjaan sehingga banyak yang memilih diam
Instagram.com/unitednations Tak sedikit korban yang kemudian memilih untuk diam saja karena takut kehilangan pekerjaan mereka. Beberapa lainnya juga yakin meski ada laporan, tak akan ada tindakan untuk mengusutnya. "Jika kamu melaporkannya, karirmu kurang lebih berakhir, terutama jika kamu seorang konsultan," ucap seorang konsultan yang mengaku dilecehkan atasannya ketika bekerja untuk World Food Programme (WFP).
Mereka menyebut sudah ada tiga korban perempuan yang dipaksa meninggalkan pekerjaan mereka atau diancam akan dipecat ketika melaporkan pelecehan yang dialami. Salah satu dari tiga perempuan itu bahkan mengaku diperkosa oleh staf senior ketika bekerja di lokasi terpencil. Ia bukan hanya tak bisa menuntut keadilan, tapi juga kehilangan pekerjaan.
3. Orang-orang yang dituding sebagai pelaku tetap berada di posisi mereka
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Instagram.com/unitednations Para korban memprotes bagaimana orang-orang yang melakukan pelecehan seksual tetap aman di posisi mereka. Salah satu pekerja kemanusiaan PBB yang mengaku jadi korban berkata ia sudah menyerah.
"Bahkan saat kamu mengumpulkan semua keberanianmu untuk protes dan menempuh semua mekanisme internal, seperti yang aku lakukan, semua cara, semua proses, tetap tak ada hasilnya. Mereka memobilisasi teman, kolega untuk melawanmu. Aku diancam, melalui teman-temanku, bahwa 'Dia takkan menginjakkan kaki di kantor ini lagi,'" ucapnya.
4. Pelecehan seksual di PBB terjadi secara sistematik
Instagram.com/unitednations Paula Donovan dari Code Blue, organisasi yang fokus pada pelecehan seksual oleh pasukan perdamaian PBB, berkata,"Kultur sebagai saksi mata yang diam saja di PBB sangat buruk." Salah satu yang memungkinkan itu terjadi adalah banyaknya karyawan PBB—sekitar 44.000 staf—di mana pelaku bisa berpindah-pindah dengan mudah.
Peter Gallo, mantan karyawan PBB yang mengundurkan diri pada 2015, mengaku kerap melihat bukti-bukti pelecehan seksual sengaja diabaikan. Ia pun dilarang bertanya. "Satu-satunya aturan adalah jangan mempermalukan organisasi di depan umum," ungkapnya.
Baca juga: Para Korban Pelecehan Seksual Digelari "TIME Person of the Year"