TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: 80 Persen Kasus COVID-19 di AS pada Maret Tidak Terdeteksi

Dari 8,7 juta kasus, mayoritas tidak teridentifikasi

Suasana di Oceanside, California, Amerika Serikat, pada 22 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mike Blake

Washington DC, IDN Times - Sebuah studi memperkirakan sebanyak 8,7 juta orang Amerika Serikat sudah terinfeksi virus corona sejak Maret. Yang mengejutkan, diestimasi lebih dari 80 persen di antaranya tidak terdeteksi.

Studi tersebut dipublikasikan di jurnal Science Translational Medicine yang berisi laporan para peneliti saat lonjakan kasus di negara tersebut sedang terjadi. Mereka memperoleh estimasi itu dari penelitian terhadap jumlah orang yang berkunjung ke dokter atau klinik.

Keluhan yang muncul adalah penyakit seperti influenza, tapi tak didiagnosis sebagai influenza, COVID-19 atau virus-virus lainnya. Kasus COVID-19 di Amerika Serikat melonjak dari angka ratusan pada awal Maret hingga lebih dari 26.000 kasus per hari pada akhir bulan tersebut.

Baca Juga: Setelah Amerika dan Eropa, Kini COVID-19 Bergeser ke Asia Selatan

1. Kasus COVID-19 di Amerika Serikat saat ini sebanyak 2,3 juta kasus

Suasana di sebuah bar di East Village, New York City, Amerika Serikat, saat pandemik COVID-19 pada 12 Juni 2020. Foto diambil tanggal 12 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Jeenah Moon

"Temuan tersebut mendukung skenario di mana lebih dari 8,7 juta penularan SARS-CoV-2 baru muncul di Amerika Serikat selama Maret dan diperkirakan lebih dari 80 persen kasus tidak teridentifikasi seiring dengan menyebarnya wabah dengan cepat," tulis para peneliti antara lain seperti Alex Washburne dari Montana State University dan Justin Silverman dari Penn State University, seperti dikutip CNN.

Namun, pada Maret, otoritas kesehatan baru melaporkan total sekitar 100.000 kasus. Sementara itu, hingga saat ini, total ada lebih dari 2,3 juta kasus COVID-19 dan 120.402 kematian. Amerika Serikat sendiri memperlihatkan kurva kasus yang stagnan di angka puluhan ribu per hari sejak Maret hingga Juni.

2. Pasien penyakit seperti influenza dan non-influenza berjumlah besar

Tenda-tenda tuna wisma di Safe Sleeping Village yang berlokasi sebuah lapangan dekat balai kota di San Francisco, California, Amerika Serikat, pada 19 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Drone Base

Washburne dan rekan-rekan penelitiannya memakai data milik Pusat Pengendali dan Pencegahan Penyakit (CDC). Lembaga itu melacak dan mencatat kasus-kasus mirip influenza di masing-masing negara bagian di Amerika Serikat.

CDC meminta dokter melaporkan semua kunjungan orang yang memeriksakan diri karena sakit demam, batuk dan segala gejala-gejala yang disebabkan oleh influenza. Di Amerika Serikat, influenza merupakan sebuah penyakit yang sangat sering ditemui, apalagi ketika musim dingin.

"Kami menemukan lonjakan jelas dalam penyakit seperti influenza (ILI) selama epidemik COVID-19 yang berkorelasi dengan keberlanjutan epidemik di berbagai negara bagian di seluruh Amerika Serikat," tulis para peneliti.

"Lonjakan dari orang yang menderita non-influenza ILI jauh lebih besar dibandingkan angka kasus terkonfirmasi [COVID-19] di masing-masing negara bagian, membuktikan besarnya angka kemungkinan simtomatik kasus COVID-19 yang tak terdeteksi," tambah mereka, merujuk kepada orang-orang yang memperlihatkan gejala seperti influenza tapi tak didiagnosis memiliki influenza.

Baca Juga: Jadi Episentrum COVID-19, 30 Ribu Kasus Baru Muncul di Amerika Serikat

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya