Studi: 80 Persen Kasus COVID-19 di AS pada Maret Tidak Terdeteksi

Dari 8,7 juta kasus, mayoritas tidak teridentifikasi

Washington DC, IDN Times - Sebuah studi memperkirakan sebanyak 8,7 juta orang Amerika Serikat sudah terinfeksi virus corona sejak Maret. Yang mengejutkan, diestimasi lebih dari 80 persen di antaranya tidak terdeteksi.

Studi tersebut dipublikasikan di jurnal Science Translational Medicine yang berisi laporan para peneliti saat lonjakan kasus di negara tersebut sedang terjadi. Mereka memperoleh estimasi itu dari penelitian terhadap jumlah orang yang berkunjung ke dokter atau klinik.

Keluhan yang muncul adalah penyakit seperti influenza, tapi tak didiagnosis sebagai influenza, COVID-19 atau virus-virus lainnya. Kasus COVID-19 di Amerika Serikat melonjak dari angka ratusan pada awal Maret hingga lebih dari 26.000 kasus per hari pada akhir bulan tersebut.

1. Kasus COVID-19 di Amerika Serikat saat ini sebanyak 2,3 juta kasus

Studi: 80 Persen Kasus COVID-19 di AS pada Maret Tidak TerdeteksiSuasana di sebuah bar di East Village, New York City, Amerika Serikat, saat pandemik COVID-19 pada 12 Juni 2020. Foto diambil tanggal 12 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Jeenah Moon

"Temuan tersebut mendukung skenario di mana lebih dari 8,7 juta penularan SARS-CoV-2 baru muncul di Amerika Serikat selama Maret dan diperkirakan lebih dari 80 persen kasus tidak teridentifikasi seiring dengan menyebarnya wabah dengan cepat," tulis para peneliti antara lain seperti Alex Washburne dari Montana State University dan Justin Silverman dari Penn State University, seperti dikutip CNN.

Namun, pada Maret, otoritas kesehatan baru melaporkan total sekitar 100.000 kasus. Sementara itu, hingga saat ini, total ada lebih dari 2,3 juta kasus COVID-19 dan 120.402 kematian. Amerika Serikat sendiri memperlihatkan kurva kasus yang stagnan di angka puluhan ribu per hari sejak Maret hingga Juni.

Baca Juga: Setelah Amerika dan Eropa, Kini COVID-19 Bergeser ke Asia Selatan

2. Pasien penyakit seperti influenza dan non-influenza berjumlah besar

Studi: 80 Persen Kasus COVID-19 di AS pada Maret Tidak TerdeteksiTenda-tenda tuna wisma di Safe Sleeping Village yang berlokasi sebuah lapangan dekat balai kota di San Francisco, California, Amerika Serikat, pada 19 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Drone Base

Washburne dan rekan-rekan penelitiannya memakai data milik Pusat Pengendali dan Pencegahan Penyakit (CDC). Lembaga itu melacak dan mencatat kasus-kasus mirip influenza di masing-masing negara bagian di Amerika Serikat.

CDC meminta dokter melaporkan semua kunjungan orang yang memeriksakan diri karena sakit demam, batuk dan segala gejala-gejala yang disebabkan oleh influenza. Di Amerika Serikat, influenza merupakan sebuah penyakit yang sangat sering ditemui, apalagi ketika musim dingin.

"Kami menemukan lonjakan jelas dalam penyakit seperti influenza (ILI) selama epidemik COVID-19 yang berkorelasi dengan keberlanjutan epidemik di berbagai negara bagian di seluruh Amerika Serikat," tulis para peneliti.

"Lonjakan dari orang yang menderita non-influenza ILI jauh lebih besar dibandingkan angka kasus terkonfirmasi [COVID-19] di masing-masing negara bagian, membuktikan besarnya angka kemungkinan simtomatik kasus COVID-19 yang tak terdeteksi," tambah mereka, merujuk kepada orang-orang yang memperlihatkan gejala seperti influenza tapi tak didiagnosis memiliki influenza.

3. Diduga banyak yang tidak pergi ke dokter walau sedang sakit

Studi: 80 Persen Kasus COVID-19 di AS pada Maret Tidak TerdeteksiRelaksasi pembatasan akibat virus corona membuat warga ke luar rumah saat libur panjang Memorial Day di Ocean City, Maryland, Amerika Serikat, pada 23 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

Para peneliti melakukan sejumlah kalkulasi untuk memastikan data mereka sesuai dengan informasi mengenai populasi di setiap negara bagian dan epidemik flu, sekaligus data tentang jumlah pasien yang dites COVID-19.

Semua itu ditambah dengan munculnya laporan tentang orang-orang yang mulai menolak berkunjung ke dokter atau rumah sakit begitu menyadari pandemik COVID-19 sedang terjadi. Ini berdampak pada jumlah kasus COVID-19 yang dikonfirmasi.

"Jika sepertiga pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 di Amerika Serikat mencari perawatan, lonjakan ILI akan sesuai dengan lebih dari 8,7 juta penularan SARS-CoV-2 baru di seluruh Amerika Serikat dalam kurun waktu tiga minggu sejak 8 Maret hingga 28 Maret 2020," tulis para peneliti.

Washburne mengatakan kepada CNN bahwa ia dan rekan-rekannya sekarang berusaha mencapai surveilans real-time dari pandemik. Sedangkan data dari CDC baru masuk sekitar dua minggu setelah orang mengunjungi dokter atau rumah sakit. Pendekatan mereka diharapkan bisa melengkapi data dari jumlah tes COVID-19 sesungguhnya.

Baca Juga: Jadi Episentrum COVID-19, 30 Ribu Kasus Baru Muncul di Amerika Serikat

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya