Trump Izinkan Rumah Ibadah Jadi Tempat Berpolitik
Lalu, kelompok Ateis pun menuntut Trump
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pada 4 Mei 2017 kemarin, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif Presiden mengenai kebebasan berpendapat dan beragama. Perintah Eksekutif Presiden itu berisi enam bagian. Dalam pendahuluannya, itu ditujukan untuk mengawal eksekutif dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang berdampak pada kebebasan beragama dari orang per orang maupun organisasi keagamaan di AS.
Baca Juga: Tak Dapat Jatah Anggaran, Tembok Trump Diprediksi Batal Dibangun
Trump menganggap kebebasan berpendapat dan beragama di AS terancam.
Menurut Trump, Pemerintah Federal selama ini telah mengintervensi kebebasan beragama dan berpendapat masyarakat AS. Bentuk intervensi yang dimaksud Trump adalah jika suatu entitas mengaku merupakan sebuah organisasi keagamaan -- yang menikmati hak bebas pajak dari pemerintah -- maka organisasi tersebut dilarang membicarakan politik atau menyatakan mendukung kandidat siapapun yang berkontestasi dalam pemilu.
Tak hanya organisasinya. Aturan yang sama juga berlaku untuk para pemuka agama di dalamnya. Jika itu dilanggar, maka sesuai dengan hukum yang berlaku, Internal Revenue Service (IRS) yang bertanggungjawab atas pajak harus melakukan investigasi terhadap organisasi tersebut. Trump melihat ini adalah pengingkaran terhadap kebebasan berpendapat dan beragama masyarakat.
"Sudah terlalu lama Pemerintah Federal menggunakan kekuatan negara sebagai senjata melawan orang-orang beragama. Kini kalian dalam posisi di mana kalian bebas mengatakan apa yang ingin kalian katakan," ujar Trump. Aturan larangan membicarakan politik bagi entitas bebas pajak sendiri termaktub dalam Amandemen Johnson yang berlaku sejak 1954.
Baca Juga: Anak-anak ini Tuntut Donald Trump ke Pengadilan Federal, Mengapa?