TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Afrika Tengah Lakukan Referendum, Presiden Bisa 3 Periode

Masa jabatan presiden bisa jadi 7 tahun

Bendera Republik Afrika Tengah (pixabay.com/CryptoSkylark)

Jakarta, IDN Times - Republik Afrika Tengah mengadakan referendum konstitusi pada Minggu (30/7/2023), yang apabila disahkan memungkinkan Faustin-Archange Touadera bisa mencalonkan diri kembali menjadi presiden untuk masa jabatan ketiga pada 2025.

Diketahui, Touadera pertama kali terpilih menjadi presiden pada 2016 untuk masa jabatan lima tahun dan memenangkan pemilihan kedua pada 2020 untuk masa jabatan terakhirnya.

Baca Juga: Putin: Proposal dari Afrika Bisa Jadi Awal Perdamaian di Ukraina  

1. Raferendum akan menambah kekuasaan presiden

Perubahan konstitusi bakal menaikkan masa jabatan presiden, dari yang sebelumnya 5 tahun menjadi 7 tahun, serta memperkenalkan peran wakil presiden yang akan diangkat oleh presiden.

Konstitusi baru juga akan membuka jalan bagi perubahan komposisi Mahkamah Agung dengan memungkinkan presiden mengangkat lebih banyak hakim.

“Referendum akan melembagakan penyimpangan otoriter yang sudah berlangsung di negara ini,” kata Enrica Picco, pakar Crisis Group untuk Republik Afrika Tengah, dikutip dari Al Jazeera.

Picco menambahkan, referendum adalah puncak dari proyek jangka panjang presiden untuk memperketat cengkeramannya pada kekuasaan.

2. Amandemen dilakukan terlalu terburu-buru

Kritikus mengatakan, amandemen terlalu terburu-buru diusulkan tanpa memberikan waktu untuk pengawasan publik yang tepat. Draf tersebut diserahkan ke Parlemen dan diumumkan pada 10 Juli. Ini hanya berjarak 20 hari sebelum pemungutan suara dilakukan.

Human Rights Watch mengatakan, pemerintah mencegah debat terbuka mengenai perubahan menjelang pemungutan suara. Ini memungkinkan para pendukung presiden untuk mengadakan unjuk rasa yang sering kali dilakukan dengan perlindungan keamanan. Sementara itu, pemerintah bisa menindak partai oposisi dan kelompok masyarakat sipil yang memprotes perubahan itu.

“Sikap penguasa terhadap oposisi sejak awal referendum ini tidak mendukung kebebasan berekspresi lawan,” kata Vianney Ingasso selaku analis politik berbasis di Republik Afrika Tengah.

Baca Juga: PBB Tak Tahu Rencana Rusia Kirim Gandum Gratis ke Afrika

Verified Writer

Sanggar Sukma

Mahasiswi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya