TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dalam Tujuh Bulan, 11 ABK WNI yang Kerja di Kapal Tiongkok Meninggal

Angka itu belum termasuk dua ABK WNI yang hilang

(Ilustrasi jenazah ABK Indonesia dilarung dari kapal Long Xing 629) YouTube/MBC News Korsel

Jakarta, IDN Times - Di tengah pandemik ini, penderitaan seolah bertambah dua kali lipat bagi ABK WNI yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok. Dalam catatan organisasi Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, pada periode 22 November 2019 hingga 19 Juli 2020, sudah ada 11 ABK WNI yang bekerja di kapal berbendera Tiongkok ditemukan meninggal dunia. Angka ini bisa terus bertambah, karena ditemukan pula peristiwa dua ABK WNI yang memilih untuk melompat dari kapal karena tak tahan bekerja di kapal penangkap ikan tersebut. 

"Data terbaru menunjukkan ada ABK Indonesia asal Bitung bernama Fredrick Bidori yang meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020 dan meninggal di RS Peru setelah mengalami kecelakaan kerja di kapal ikan berbendera Tiongkok Lu Yan Tuan Yu 016," ungkap Koordinator DFW Indonesia, Mohamad Abdi Suhufan melalui keterangan tertulis pada Jumat (24/7/2020). 

Oleh sebab itu, dia mendesak Pemerintah Indonesia agar mengambil langkah-langkah progresif untuk bisa melakukan perbaikan secara total dalam memberi pelindungan bagi ABK WNI. 

"Pemerinta harus memberi pelindungan kepada ABK migran Indonesia dari tahap sebelum, selama dan setelah bekerja sesuai ketentuan UU 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia," ungkap Abdi. 

Apa upaya pemerintah untuk memberikan pelindungan bagi WNI ABK agar peristiwa serupa tidak terulang?

Baca Juga: Polri Tetapkan Satu Warga Tiongkok Jadi Tersangka Dalam Kasus ABK WNI

1. Enam ABK WNI yang meninggal dikirim oleh satu perusahaan pengerah tenaga kerja yang sama

Dok Humas Polres Karimun

Berdasarkan data yang dimiliki oleh DFW Indonesia, dari 13 ABK WNI yang meninggal dan masih hilang, enam di antaranya dikirim oleh perusahaan pengerah PMI yang sama yakni PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB). Dua ABK WNI yang dikirim oleh PT MTB dan menimbulkan kehebohan di Tanah Air adalah Herdianto dan Taufik Ubaidillah.

Jasad Herdianto dilarung ke laut lepas ketika kapal berada di Perairan Somalia pada 23 Januari 2020 lalu. Proses itu terekam kamera dan viral di Tanah Air. 

Rupanya perusahaan yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah itu tidak mengantongi Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI). Akibatnya proses penyaluran ABK ke perusahaan di luar negeri tidak diawasi. 

Sejauh ini, Polda Jawa Tengah telah menangkap dan menahan Komisaris dan Direktur PT MTB yaitu Sustriyono (45 tahun) dan Mohmmad Hoji (54 tahun). Kabid Humas Polda Jateng, Kombes (Pol) Iskandar Fitriana Sutrisna mengatakan keduanya resmi ditahan sejak 18 Mei 2020 lalu. 

"Direktur dan komisarisnya kami tahan. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, maka mereka akan terancam dijatuhi hukuman sekitar lima tahun atau hingga 15 tahun penjara," ungkap Iskandar. 

2. Sebagian besar ABK WNI yang bekerja di kapal Tiongkok mengalami tindak kekerasan

(Ilustrasi orang meninggal) IDN Times/Mia Amalia

Dalam penelusuran DFW Indonesia, sebagian besar ABK WNI yang bekerja di kapal berbendera Tiongkok mengalami kerja paksa, perdagangan dan penyelundupan orang. Bahkan, selama bekerja, mereka juga kerap mengalami kekerasan fisik hingga intimidasi. 

"Kondisi kerja mereka juga tidak layak dan kejam di atas kapal," ungkap Abdi. 

Modus penyeludupan orang juga ditemukan pada kasus yang menimpa korban bernama Eko Suyanto. Eko yang dalam kondisi sakit dipindahkan dari kapal ikan FV Jin Shung ke kapal nelayan Pakistan. Ia kemudian terlantar dan meninggal di Pelabuhan Karachi Pakistan pada Mei 2020 lalu.

“Setelah wafat, masalah yang dihadapi belum selesai sebab para korban tersebut masih mengalami pemotongan upah dan gaji yang tidak dibayarkan," tutur dia lagi. 

Selain 13 ABK WNI yang diketahui meninggal dan masih hilang, masih ada puluhan lainnya yang terjebak dan bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok. Mereka kini masih melakukan penangkapan ikan di laut internasional. 

“Mereka terjebak pada kondisi kerja yang tidak adil dan tertindas serta minta dipulangkan," katanya.

Oleh sebab itu, DFW-Indonesia mendesak pemerintah agar segera mencegah dan menghentikan praktik kekerasan yang menimpa ABK WNI di kapal Tiongkok. Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk mencegah agar tidak ada lagi kekerasan yang dialami oleh ABK WNI. 

"Pertama, melakukan koordinasi antara pemerintah daerah dan asosiasi manning agent untuk pendataan keberadaan ABK perikanan yang bekerja di kapal Tiongkok baik yang legal dan ilegal. Pemerintah perlu memastikan status dan keberadaan mereka saat ini untuk mengambil langkah antisipasi seperti repatriasi untuk ABK yang bekerja di kapal ikan bermasalah, di mana mereka mengalami kekerasan dan penyiksaan," ujarnya. 

Kedua, pemerintah perlu menjamin dan memastikan hak-hak para korban ABK tersebut dapat diterima oleh ahli waris korban. Keluarga korban perlu pendampingan dan perlindungan agar tidak dipermainkan oleh calo atau broker kasus. Ketiga, aparat penegak hukum Indonesia perlu melakukan peyelidikan terhadap sejumlah manning agent pengirim ABK yang meninggal karena ikut bertanggung jawab atas kematian yang dialami.

Baca Juga: Jasad ABK WNI Ditemukan di Lemari Pendingin Kapal Berbendera Tiongkok

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya