TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Amerika Serikat Veto Resolusi RI di PBB soal Penanganan Terorisme 

AS nilai draf resolusi yang diajukan RI tidak efektif

Wakil Tetap Indonesia untuk PBB di New York, Amerika Serikat, Dian Triansyah Djani (www.twitter.com/@DTDjani)

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat memveto draf resolusi mengenai penanggulangan terorisme yang diajukan oleh Indonesia, sehingga gagal disahkan pada Senin, 31 Agustus 2020. Wakil Tetap AS untuk PBB New York, Kelly Craft mengatakan, resolusi yang diajukan Indonesia gagal memasukkan poin untuk memulangkan teroris asing dan keluarganya ke negara asal, padahal itu bagi AS merupakan salah satu langkah penting untuk menanggulangi terorisme. 

"Resolusi Indonesia yang ada di hadapan kita seharusnya didesain untuk menguatkan aksi penanggulangan terorisme di dunia internasional. Ini jauh lebih buruk daripada tidak ada resolusi sama sekali," kata Craft seperti dikutip laman Deutsche Welle, Selasa (1/9/2020). 

Dalam akun Twitternya Craft menjelaskan, di dalam resolusi itu tidak ada panduan agar masing-masing negara memulangkan warga dan keluarganya yang terlibat kasus terorisme, di mana jika hal ini tidak dilakukan, kata Craft, justru berpotensi menumbuhkan paham militan bagi generasi selanjutnya. 

Apa sesungguhnya isi resolusi mengenai penanggulangan terorisme yang diajukan oleh Wakil Indonesia di PBB? Bagaimana pula respons Indonesia usai resolusi itu diveto oleh AS?

Baca Juga: Keren! Indonesia Jadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB

1. Resolusi yang diajukan Indonesia menekankan penanggulangan terorisme dengan soft approach

Ilustrasi pelaku pemboman (IDN Times/Sukma Shakti)

Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian A. Ruddyard mengatakan, konsep resolusi yang diajukan oleh Indonesia berbeda dengan yang disampaikan Kelly Craft.

Dalam draf resolusinya, Indonesia menekankan untuk menanggulangi terorisme tidak hanya dengan proses hukum dan tindak kekerasan, tetapi juga menggunakan soft approach (pendekatan halus). 

"Karena kan mereka (pelaku teror) juga manusia, sehingga harus dipikirkan juga langkah setelah prosekusi hukum, diperlukan rehabilitasi," kata Febrian ketika dihubungi oleh IDN Times hari ini. 

Tujuannya, agar mantan napi kasus terorisme bisa kembali hidup berdampingan dengan masyarakat dan tidak dipenuhi bibit kebencian, sehingga mudah dipengaruhi oleh kelompok militan tertentu. 

"Bagaimana mengintegrasikan kembali mereka yang sudah tobat. Konsepnya kurang lebih begitu," tutur dia lagi. 

Semula, Indonesia berharap dengan diadopsinya resolusi mengenai penanggulangan terorisme tersebut, negara lain bisa memiliki panduan bila dihadapkan dengan ancaman teror. Sebab, Indonesia sudah berulang kali menghadapinya. 

2. Indonesia sesalkan veto AS soal rancangan resolusi penanggulangan terorisme

Doc. Kementerian Luar Negerii (Kemenlu)

Sementara, melalui akun Twitter, Kemenlu menyesalkan veto yang dikeluarkan oleh salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB itu. 

"Padahal, rancangan resolusi itu telah didukung oleh 14 negara DK PBB lainnya," kata Kemenlu hari ini. 

Meski begitu, Indonesia akan terus berkomitmen untuk mendorong DK PBB memajukan pendekatan komprehensif dalam memerangi terorisme.

Sementara, ketika ditanyakan kepada Febrian apakah sikap yang dilakukan oleh AS untuk membalas sikap DK PBB yang menolak untuk menjatuhkan sanksi bagi Iran, ia menolak berkomentar. 

"Please tanya aja deh untuk yang itu ke pihak sana. I will not speculate on that," kata dia. 

Baca Juga: Refleksi 2 Tahun Bom Surabaya: Radikalisasi Internet Masih Mengintai

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya