Bocoran Dokumen Wuhan: Tiongkok Bohong Soal Pelaporan Kasus COVID-19
Jumlah kasus yang tak diungkap ke dunia mencapai separuhnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dugaan pada awal pandemik COVID-19, Tiongkok tak bersikap transparan semakin menguat. Hal itu terungkap dalam dokumen setebal 117 halaman dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Provinsi Hubei, Tiongkok.
Stasiun berita CNN, Selasa, 1 Desember 2020 mengungkapkan, dokumen itu dibocorkan oleh seseorang yang bekerja di dalam badan tersebut. Pembunyi peluit (whistleblower) yang mengirimkan dokumen itu mengatakan, sengaja membocorkan hal itu agar publik tahu kebenaran mengenai data yang disensor oleh Pemerintah Tiongkok pada awal-awal kemunculan COVID-19. Ia juga ingin menghormati koleganya yang bersedia berbicara secara terbuka ke publik.
Kesimpulan dari dokumen itu, yakni Partai Komunis Tiongkok sengaja menutup-nutupi data saat awal-awal kemunculan COVID-19. Sehingga, angka kasus virus corona yang dilaporkan terkesan rendah.
Tak mau ditipu, CNN kemudian melakukan verifikasi dokumen rahasia itu kepada enam ahli independen. Salah satu ahli yang memiliki hubungan dekat dengan Tiongkok, mengaku pernah melihat dokumen tersebut dalam penelitian yang bersifat rahasia pada awal 2020.
Seorang pejabat berwenang keamanan di Eropa yang mengetahui bagaimana Tiongkok membuat dokumen rahasia, juga membenarkan dokumen ratusan halaman tersebut asli.
Bocoran dokumen itu diungkapkan ke publik bersamaan dengan tekanan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa ke Tiongkok. Hal itu dilakukan agar mereka mau bekerja sama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Terlebih, Badan yang bermarkas di Jenewa itu tengah melakukan penyelidikan awal mula virus Sars-CoV-2 yang telah menyebabkan 1,46 juta orang tewas.
Apa saja yang berhasil diungkap dari dokumen rahasia itu?
Baca Juga: Hasil Studi Harvard: COVID-19 Kemungkinan Muncul di Wuhan Agustus 2019
1. Tiongkok tidak jujur ungkap kasus harian dan angka kematian ke publik
Dokumen yang tebalnya ratusan halaman itu menggambarkan respons Tiongkok dalam mengatasi pandemik, khususnya pada periode Oktober 2019-April 2020. Berdasarkan dokumen itu, Negeri Tirai Bambu terlihat tidak jujur melaporkan kasus angka harian dan jumlah kematian.
Sebagai contoh, pada 10 Februari 2020 Tiongkok melaporkan ke WHO dan publik, ada 2.478 kasus baru COVID-19. Sedangkan, di negaranya, Kemenkes diam-diam melaporkan kasus COVID-19 sebanyak 5.918 kasus. Hal itu menunjukkan ada 139 persen perbedaan dalam pelaporan tersebut.
Adanya perbedaan angka tesebut, diduga karena otoritas setempat membuat klasifikasi pasien yang terpapar COVID-19. Tiongkok membuat tiga pengelompokan yaitu kasus terkonfirmasi, kasus yang didiagnosa klinis, dan terindikasi terpapar (suspected).
"Seharusnya banyak kasus terindikasi (sudah terpapar) digabung dengan yang telah terkonfirmasi," ungkap Huang dari Komisi Hubungan Luar Negeri yang ikut melakukan verifikasi dokumen tersebut.
Ketika itu, otoritas di Provinsi Hubei tak memaparkan dengan detail pasien yang mengalami kondisi parah dan kritis. Pasien itu dimasukkan ke dalam kategori sudah didiagnosa klinis.
Adanya istilah terindikasi terpapar COVID-19 itulah yang terkesan membuat dokter meremehkan pasien dalam kondisi yang sudah gawat. Sesuai dengan protokol yang dibuat oleh Komisi Nasional Kesehatan Tiongkok, pasien dilabeli "suspected" bila mereka sempat kontak fisik dengan orang yang positif COVID-19.
Statusnya naik jadi "didiagnosa klinis" bila ditemukan gejala dan sudah dipindai dengan CT-Scan. Pasien dinyatakan terkonfirmasi COVID-19, bila sudah menjalani tes swab.
Editor’s picks
Perbedaan pelaporan angka lainnya terjadi pada 17 Februari 2020. Kali ini mengenai angka kematian. Tiongkok melaporkan hari itu hanya ada 93 pasien meninggal, tetapi diam-diam melapor secara internal, ada 196 pasien meninggal akibat COVID-19.
Sementara, sejak awal wabah hingga 7 Maret 2020, jumlah angka kematian yang dilaporkan oleh Tiongkok 2.986 pasien. Sedangkan, di dokumen itu, pasien yang meninggal mencapai 3.456 orang.
Tiongkok tidak pernah secara gamblang membeberkan data berapa jumlah kasus COVID-19 yang terdeteksi pada 2019. Berdasarkan dokumen itu, ada sekitar 200 kasus COVID19 yang sudah terdeteksi tahun lalu. Tetapi, Tiongkok ketika itu hanya melaporkan adanya 44 kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya.
Baca Juga: [WANSUS] Cerita di Balik Layar Evakuasi WNI dari Kota Terisolasi