TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Detik-detik Ledakan di Beirut dari Kisah Mahasiswa RI di Lebanon

Audy sedang di sekretariat PPI yang berjarak 4 kilometer

Asap mengepul ke udara dari lokasi ledakan di Beirut, Lebanon, Selasa, 4 Agustus 2020 (ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir)

Jakarta, IDN Times - Mahasiswa Indonesia di Beirut, Muhammad Audy Prasetiawan, mengaku tak menyangka getaran cukup keras yang ia rasakan pada Selasa, 4 Agustus 2020, bersumber dari ledakan di sebuah gudang dekat pelabuhan. Ia pikir getaran itu bersumber dari gempa bumi yang tengah menghantam Beirut. 

Ketika ledakan hebat terjadi sekitar pukul 18:06 waktu setempat, Audy mengaku tengah bersama teman-temannya di sekretariat Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di lantai lima sebuah apartemen. Jarak dari sekretariat ke titik episentrum ledakan mencapai 4,5 kilometer. 

"Saya sedang di sekretariat dengan teman-teman, lalu tiba-tiba kok barang-barang di apartemen agak miring sekitar lima detik dan goyang. Kaca-kaca di apartemen kami juga bergetar. Pintu juga terus buka-tutup, karena setelah itu ada angin kencang seperti topan," ungkap Audy yang dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Rabu malam, 5 Agustus 2020 lalu. 

Audy mengatakan ada dua kali ledakan yang terjadi saat itu. Pertama, ledakan kecil baru kemudian disusul ledakan besar. Ia dan teman-teman lainnya sempat diminta agar tidak mendekati titik episentrum ledakan karena khawatir bisa terjadi ledakan susulan. 

Apakah ia merasa tak lagi aman berada di Beirut usai terjadi ledakan yang telah menewaskan sekitar 135 orang itu?

Baca Juga: Pemerintah Lebanon Perkirakan Kerugian Akibat Ledakan Capai Rp218,5 T

1. Pelajar Indonesia sudah mulai khawatir terhadap situasi di Beirut sejak 2019

Unjuk rasa di Lebanon menuntut keseteraan jender tahun 2019 lalu (www.mei.edu)

Audy mengatakan pelajar Indonesia sudah mulai gelisah dengan kondisi di Beirut sejak tahun 2019 lalu. Sebab, aksi unjuk rasa yang dilakukan rakyat Lebanon yang memprotes pemerintahnya semakin sering terjadi. 

"Aksi demonya itu memang meresahkan dan masih terjadi hingga tahun ini. Walaupun ada pandemik COVID-19, aksi demo tetap berlangsung," tutur Audy kepada IDN Times

Tuntutan yang diminta rakyat, kata mahasiswa semester enam pendidikan agama Islam itu, yakni agar kabinet segera diganti. Aksi unjuk rasa pun kerap berakhir ricuh.

Dikutip dari laman Al Arabiya, 18 Oktober 2019 lalu polisi sampai melepaskan tembakan gas air mata ke arah demonstran. Bahkan, polisi juga ikut menembakan peluru karet. Dalam peristiwa itu, puluhan orang terluka dan ditahan. 

Demonstran menuntut agar Presiden Michel Aoun dan Ketua DPR, Nabih Berri agar mundur dari posisinya. Keduanya dinilai tidak becus dalam mengatasi krisis ekonomi. 

2. Satu WNI alami luka ringan dan rumah tinggal beberapa warga Indonesia rusak

Warga Lebanon berlari ketika mengetahui ada ledakan dahsyat (ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir)

Sementara itu, akibat ledakan dahsyat yang dijuluki oleh media setempat sebagai "Beirutshima", satu WNI atas nama Ni Nengah Erawati diketahui mengalami luka ringan. Duta Besar Indonesia di Lebanon, Hajriyanto Thohari mengatakan kondisi Erawati kini sudah pulih dan telah keluar dari rumah sakit. 

"Kami sudah melakukan video call dengan yang bersangkutan. Beliau kondisinya stabil, bisa berbicara dan jalan. Lukanya juga sudah dijahit oleh dokter," ungkap Hajriyanto melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Rabu, 5 Agustus 2020. 

Erawati, kata Hajriyanto, bekerja di sebuah spa di Kimantra, Jal El Dib. Saat ini, ia sudah kembali ke apartemen bersama 4 WNI lainnya. 

Selain itu, menurut Audy, ada beberapa apartemen yang dihuni oleh WNI rusak. Menurutnya hal itu lantaran mereka menghuni rumah vertikal sehingga getaran ledakan lebih terasa. 

"Saya sempat lihat balkon (apartemen), teras, dapur, itu ada yang rusak. Jadi, kami benar-benar mengira terjadi gempa. Ternyata malah karena kena ledakan," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Imbas Ledakan Beirut, Kasus COVID-19 di Lebanon Diprediksi Meningkat

3. Beirut masih memberlakukan lockdown sebagian untuk mengatasi pandemik COVID-19

Mahasiswa Indonesia di Beirut, Muhammad Audy Prasetyawan (Istimewa)

Audy menjelaskan, saat ini di Lebanon memang masih diberlakukan lockdown lokal sejak pekan lalu. Lockdown tersebut diterapkan mulai Kamis hingga Minggu. 

"Lockdown itu hanya diberlakukan di tempat-tempat publik saja seperti restoran itu tutupnya lebih cepat jadi jam 19:00, hanya menerima delivery gak boleh menerima tamu makan di tempat. Toko-toko juga diminta untuk tutup lebih awal jam 19:00. Harus stay di rumah. Nanti, akan ada polisi yang memantau bila masih ada yang mondar-mandir," tuturnya. 

Saat ini, kampus Audy masih libur. Perkuliahan pun direncanakan mau dimulai lagi September. Sebelumnya, perkuliahan dibuat virtual untuk mencegah ada klaster COVID-19 di institusi pendidikan. 

Audy mengakui sebagai mahasiswa perantau, hidup di Beirut tidak mudah lantaran sebelum pandemik COVID-19, negara itu sudah dihantam krisis ekonomi. 

"Jadi, dampaknya ya harga-harga barang elektronik, bahan pangan itu jadi naik. Karena di Lebanon masih bergantung ke produk-produk dari luar negeri. Sehingga, nilai mata uangnya melemah," katanya. 

Baca Juga: RI Sampaikan Duka Cita Atas Tragedi Ledakan di Lebanon 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya