FBI Sebut Rusia Sengaja Ikut Campur Pilpres AS Agar Joe Biden Kalah
Rusia gunakan media sosial untuk mendiskreditkan Joe Biden
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat, Christopher Wray, mewanti-wanti bahwa Rusia berusaha ikut campur tangan dalam Pilpres AS yang akan digelar pada 3 November 2020. Wray menyebutkan, mereka sengaja menyebar disinformasi terhadap calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, agar tidak terpilih.
Dikutip dari kantor berita Reuters, Kamis 17 September 2020, Wray mengatakan di hadapan Komite Keamanan Dalam Negeri DPR AS, bahwa Moskow ingin melemahkan kampanye anti-Rusia di Negeri Paman Sam.
"Rusia mencoba mempengaruhi pemilu kita, salah satu cara utamanya dengan cara yang kami sebut menyebar pengaruh jahat dari luar AS," ungkap Wray.
Peringatan yang disampaikan Wray ini justru membenarkan upaya serupa yang pernah dilakukan oleh Rusia pada Pilpres 2016. Berdasarkan laporan komunitas intelijen, Rusia diduga kuat sengaja membantu Donald J. Trump agar terpilih menjadi Presiden AS. Namun, mogul properti itu menganggap informasi yang datang dari komunitas intelijen sebagai hoaks.
Berdasarkan observasi FBI, sudah sejauh mana upaya yang dilakukan oleh Rusia untuk mempengaruhi Pilpres AS?
Baca Juga: Intelijen AS Sebut Tiongkok dan Rusia Intervensi Pemilihan Presiden
1. Rusia menggunakan media sosial untuk mendiskreditkan Joe Biden
Berdasarkan kesaksian Christopher Wray, Rusia berusaha mendiskreditkan Joe Biden dengan beberapa cara yakni media sosial, proxy, media pemerintah, dan jurnal online. Melalui media itu, Negeri Tirai Besi kemudian menyebarkan rumor mengenai perpecahan dan perselisihan. Dari sudut pandang warga Rusia, Biden akan dipersepsikan sengaja membangun opini anti-Rusia.
Pejabat berwenang di bidang intelijen mengatakan, mereka telah menemukan bukti bahwa Rusia saat ini mencampuri Pilpres AS agar Biden tidak terpilih nanti. Beberapa bukti telah menguatkan kesimpulan itu, termasuk pengumuman dari Facebook pada awal bulan ini mengenai adanya kelompok troll. Ini merupakan aktor yang sama yang ikut campur dalam Pilpres AS 2016 lalu dan kini kembali menyasar orang Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan komunitas intelijen, stasiun berita CNN melaporkan, Tiongkok dan Iran lebih memilih Trump kalah pada pemilu November mendatang. Namun, pejabat intelijen di AS belum melihat adanya indikasi atau tanggal kedua negara itu berusaha ikut campur pemilu AS sama seperti yang dilakukan oleh Rusia.
Sementara itu, Presiden AS Donald J. Trump membantah laporan intelijen bahwa kemenangannya dalam Pilpres 2016 karena bantuan Rusia.
Baca Juga: Joe Biden Pilih Senator Kamala Harris Jadi Calon Wapres AS