RI Kirim Surat untuk Gabung ke COVAX agar Dapat Vaksin Harga Subsidi
RI diberi jatah sekitar 53,6 juta dosis dengan harga subsidi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pasokan vaksin COVID-19 untuk Indonesia kembali bertambah, setelah pemerintah resmi bergabung dengan platform COVAX Advanced Market Commitment (AMC). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjamin Indonesia akan memperoleh pasokan vaksin 20 persen dari jumlah penduduk, atau sekitar 53,6 juta dosis vaksin.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika memberikan keterangan pers virtual dari Jenewa, Swiss, mengatakan Indonesia menyampaikan minatnya untuk bisa memperoleh vaksin melalui platform COVAX/AMC, dengan mengirimkan surat kepada organisasi aliansi vaksin bernama Gavi. Sebelumnya pada 18 September 2020 lalu, Gavi melayangkan surat kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
"Isi surat itu pada intinya menyampaikan bahwa Indonesia layak menerima Official Development Assistance (ODA) di dalam COVAX/AMC dalam kerangka kerja multilateral," ungkap Menlu perempuan pertama di Indonesia itu pada Jumat malam, 16 Oktober 2020.
Namun, menurut Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu, Febrian A Ruddyard, bantuan yang dimaksud bukan berarti Indonesia menerima vaksin secara gratis dari WHO. Usai dilakukan peninjauan oleh panel, Indonesia dinyatakan layak memenuhi kriteria sebagai negara yang bisa membeli vaksin COVID-19 dengan harga subsidi, bukan harga pasar.
"Jadi, itu (vaksin) yang diperoleh Indonesia nanti tidak gratis," kata Febri melalui pesan pendek kepada IDN Times, Sabtu (17/10/2020).
Kapan vaksin COVID-19 ini siap untuk didistribusikan ke semua negara yang bergabung melalui platform COVAX?
Baca Juga: WHO Janjikan Vaksin COVID-19 untuk Indonesia dengan Harga Subsidi
1. Para ahli di WHO memperkirakan imunisasi massal baru bisa terjadi pertengahan 2021
Harian Singapura, The Straits Times, 6 September 2020 lalu melaporkan, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan, tidak akan bersedia menyetujui vaksin tertentu bila tidak dinyatakan aman dan efektif. Meskipun ia menyadari saat ini beberapa kandidat vaksin COVID-19 sudah memasuki uji klinis tahap ketiga.
Juru Bicara WHO Margaret Harris mengatakan, dalam proses pengembangan vaksin COVID-19, semua pihak harus bersikap secara realistis. Sehingga, proses pengembangannya tidak bisa diburu-buru.
"Dalam perkiraan waktu yang realistis kami memproyeksikan imunisasi massal vaksin baru akan terjadi pada pertengahan 2021," ungkap Harris.
Menlu Retno pun ketika bertemu dengan Ghebreyesus menyadari hal itu. Ia juga mengatakan, dalam proses pengembangan vaksin selalu ada risiko dan ketidakpastian.
"Para ahli di dunia akan terus berupaya untuk mendapatkan vaksin secara tepat waktu, aman, efektif serta adaptasi dan adjusment perlu terus dilakukan di tengah situasi yang sulit ini," ujar Retno.
Baca Juga: Jokowi Bentuk Tim Nasional Vaksin COVID-19, Apa Saja Tugasnya?