TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Selain Teror, Prancis Dihantui Lonjakan Gelombang Kedua Kasus COVID-19

Mulai hari ini, Prancis kembali memberlakukan lockdown

Ilustrasi lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Di tengah terjadi aksi teror penusukan, warga Prancis juga dihadapkan pada kenyataan mulai Jumat (30/10/2020) mereka harus kembali menjalani lockdown secara nasional. Hal itu lantaran angka kasus COVID-19 di Prancis mengalami lonjakan drastis dibandingkan pandemik pada gelombang pertama.

Data pada Selasa, 27 Oktober 2020 lalu, menunjukkan kasus harian COVID-19 di Prancis mencapai 33 ribu. Sedangkan, berdasarkan data dari World O Meter pada hari ini, menunjukkan kasus COVID-19 di Prancis adalah yang tertinggi di Benua Eropa.

Tercatat total ada 1,2 juta warga Prancis yang telah terpapar COVID-19. Di mana 36 ribu pasien meninggal dunia akibat COVID-19. Sementara, yang sembuh hanya 115.287. Artinya, masih ada 1,1 juta kasus aktif COVID-19 di Prancis. 

Stasiun berita BBC pada Kamis kemarin melaporkan lockdown di Prancis akan berlangsung hingga 1 Desember 2020 mendatang. Dalam pemberian keterangan persnya, Macron mengatakan negaranya berisiko akan kewalahan menghadapi pasien COVID-19 dibandingkan di gelombang pertama. 

Mengapa Presiden Macron memilih kebijakan lockdown untuk mengerem penyebaran pandemik COVID-19? Sebab, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah menyatakan lockdown bukan satu-satunya cara untuk mencegah agar COVID-19 tak semakin meluas. 

Baca Juga: Kecam Macron, Menag: Menghina Simbol Agama adalah Tindakan Kriminal

1. Presiden Macron injak rem darurat untuk hindari lonjakan COVID-19

Emmanuel Macron putuskan lockdown nasional kedua di Prancis. Ilustrasi (twitter.com/BFMTG)

Ketika memberikan keterangan pers pada Rabu kemarin, Presiden Macron mengatakan pemerintah sekarang terpaksa harus menginjak rem darurat tujuannya untuk menghindari melonjaknya kasus COVID-19. Menurut Macron, penyebaran virus Sars-CoV-2 jauh lebih cepat dari prediksi pesimistis dari para epidemiolog. 

Macron menjelaskan selama lockdown, maka warga masih tetap boleh berakitivitas di luar rumah yang sifatnya penting atau melakukan pengobatan. Tetapi, bisnis yang sifatnya tidak terlalu penting seperti restoran dan bar tutup.

Di sisi lain, sekolah dan pabrik-pabrik tetap buka. Ia mengatakan perekonomian harus terus berjalan, sebab bila ikut dihentikan maka Prancis bisa kolaps. 

"Jadi, seperti yang diberlakukan pada musim semi, Anda tetap dapat meninggalkan rumah untuk bekerja, pengobatan medis, berkunjung ke rumah kerabat, berberlanja kebutuhan sehari-hari atau berjalan-jalan di dekat rumah Anda," kata Macron memaparkan. 

Namun, ada perbedaan di lockdown periode pertama dan kedua. Pada lockdown kali ini, kunjungan ke panti jompo tetap diizinkan. 

2. Lockdown di Prancis akan berlangsung hingga 1 Desember 2020

Ilustrasi Menara Eiffel, Paris (ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)

Dalam pemberian keterangan pers, Macron menjelaskan lockdown kedua dimulai pada 30 Oktober 2020 hingga 1 Desember 2020. Ia menjelaskan meski lockdown, tetapi warga masih bisa meninggalkan rumah untuk melakukan kegiatan esensial. Namun, mereka harus mengisi formulir seperti prosedur di lockdown periode pertama. 

Ia juga menjelaskan pintu perbatasan dengan Prancis akan tetap ditutup, sehingga pendatang asing belum bisa berkunjung ke sana. Namun, warga Prancis yang ingin kembali ke negaranya tetap dapat masuk. Laman Euro News melaporkan selain itu pemerintah juga mewajibkan adanya tes bagi siapapun yang datang dari luar Prancis. 

Kebijakan itu akan dikaji kembali oleh pemerintah setiap 15 hari untuk melihat apakah efektif mengendalikan pandemik. Menurut Macron, kebijakan pembatasan pergerakan manusia termasuk jam malam yang dilakukan pada beberapa pekan lalu, tidak efektif. Sebab, kasus COVID-19 terus naik. 

Baca Juga: Aksi Teror Berlanjut, Penjaga Konsulat Prancis di Saudi Ditusuk

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya