TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[UPDATE] Meski Lockdown, Angka Kematian COVID di Shanghai Cetak Rekor

Dalam 24 jam, terdapat 51 kematian baru di Shanghai

Ilustrasi lockdown. IDN Times/Arief Rahmat

Jakarta, IDN Times - Strategi lockdown yang ketat rupanya tak mengurangi penularan COVID-19 varian Omicron di Shanghai. Dalam 24 jam saja, terdapat penambahan 12 jiwa yang meninggal di Shanghai akibat terinfeksi COVID-19. 

Dikutip dari harian South China Morning Post (SCMP), Senin, 25 April 2022, total kematian akibat COVID-19 di Shanghai dari semula 39 jiwa kini menjadi 90 jiwa. Sementara, kasus harian COVID-19 yang menunjukkan gejala dalam 24 jam terakhir bertambah 76,4 persen menjadi 2.472 kasus.

Itu sebabnya otoritas setempat pada hari ini kembali memerintahkan agar dilakukan tes COVID-19 massal terhadap 25 juta warga di Shanghai. Ini semua tak lepas dari kebijakan nol COVID-19 yang diterapkan oleh Presiden Xi Jinping sejak awal kemunculan virus Sars-CoV-2 yang kali pertama dilaporkan ada di Wuhan. 

Alhasil, pemerintah menerapkan kebijakan lockdown atau penguncian wilayah total sejak 3 April 2022 lalu. Tetapi, varian Omicron tetap bergerak dan menular lebih cepat.

Padahal, Pemerintah China telah menyuntikan 11 miliar vaksin COVID-19 kepada warganya. Artinya, 86 persen dari populasi di China sudah divaksinasi minimal dua dosis. 

Lalu, mengapa justru terjadi lonjakan kematian di tengah kebijakan lockdown ketat di Shanghai?

Baca Juga: Filipina Kecam Manuver Kapal China di Laut China Selatan

Baca Juga: [UPDATE] Dua Tahun Pandemik, Kasus Kematian Harian Dunia Terus Turun

1. Masih banyak warga lansia yang belum divaksinasi di Shanghai

Ilustrasi COVID-19 di Tiongkok (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Dikutip dari stasiun BBC, Martin Hibberd dari the London School of Hygiene and Tropical Medicine, menilai lockdown seisi kota di Shanghai bukan cara yang efektif untuk menekan penyebaran Omicron. Apalagi varian tersebut lebih mudah menular. 

"Dengan menerapkan lockdown di tingkat lokal, tidak akan mampu mencegah pembatasan interaksi sosial, apalagi dengan angka penularan bergejala yang masih tinggi," ungkap Hibberd. 

Alih-alih menerapkan lockdown, Hibberd mengusulkan sebaiknya otoritas di Shanghai mendorong semua orang untuk menerima vaksin COVID-19. "Khususnya bagi orang-orang yang masuk dalam kelompok rentan, mereka harus diprioritaskan untuk diberi vaksin," kata dia. 

Meski otoritas di China telah memberikan 11 miliar dosis vaksin kepada warganya, namun bila dilihat datanya, mayoritas jumlah warga berusia di atas 80 tahun justru belum divaksinasi. Itu sebabnya, angka penularan COVID-19 di Shanghai terus meroket. Rata-rata pasien merupakan kaum lansia, memiliki penyakit penyerta dan belum divaksinasi. 

Berdasarkan data dari Komisi Nasional Kesehatan China, mayoritas warga yang telah menerima vaksin dua dosis berusia 60 tahun - 69 tahun. Angkanya mencapai 87 persen. Warga di kelompok usia itu juga sudah mulai menerima vaksin booster

2. China melaporkan 2.680 kasus dalam waktu 24 jam

Petugas medis dengan pakaian pelindung menerima pasien di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Wuhan, yang diubah menjadi rumah sakit sementara bagi pasien dengan gejala ringan akibat virus corona, di Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok (ANTARA FOTO/China Daily via REUTERS)

Sementara, berdasarkan data dari World O Meter, dalam waktu 24 jam, jumlah kasus COVID-19 di China bertambah 2.680. Maka, akumulasi kasus COVID-19 di Negeri Tirai Bambu mencapai 203.334. 

Di sisi lain, dengan adanya penambahan 51 kematian baru di China, akumulasi warga yang meninggal di sana akibat COVID-19 mencapai 4.776 jiwa. 

Baca Juga: Warga Shanghai Marah karena Lockdown: Kami Dikurung Seperti Hewan!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya