WHO Akhirnya Hentikan Penggunaan Obat Antimalaria Secara Permanen
RS Persahabatan tetap berikan obat itu ke pasien COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Setelah sempat maju mundur dalam uji coba obat hydroxychloroquine atau antimalaria, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan untuk menghentikannya secara permanen penggunaan obat tersebut. Keputusan itu diambil usai menerima rekomendasi dari komite pengarah solidarity trial internasional. Indonesia termasuk menjadi salah satu dari 45 negara lainnya yang ikut program solidarity trial itu untuk menemukan pengobatan yang efektif bagi pasien COVID-19.
Komite pengarah internasional pada 1-2 Juli 2020 melakukan pertemuan dan mempresentasikan temuan mereka dalam penggunaan obat hydroxychloroquine-standar perawatan dan lopinavir/ritonavir-standar perawatan.
"Berdasarkan penelitian sementara hydroxychloroquine dan lopinavir/ritonavir menghasilkan sedikit atau tidak mengurangi tingkat kematian pasien COVID-19 yang tengah dirawat di rumah sakit, bila dirawat dengan perawatan standar dan tak mengonsumsi obat tersebut," demikian dikutip dari situs resmi WHO pada Senin (6/7/2020).
Tetapi, kata WHO, masing-masing obat itu tidak terbukti meningkatkan peluang meninggal bagi pasien COVID-19. Tetapi, WHO menyebut ada indikasi keselamatan yang perlu diperhatikan usai pasien mengonsumsi tersebut. Hal itu berdasarkan temuan terbaru di program solidarity trial.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah akan tetap memberikan obat hydroxychloroquine dan lopinavir/ritonavir kepada pasien?
Baca Juga: WHO Akhirnya Teruskan Uji Klinis Obat Malaria ke Pasien COVID-19
1. Indonesia tak lagi menggunakan obat antimalaria dalam program solidarity trial
WHO menggaris bawahi penghentian pemberian obat antimalaria ke pasien hanya berlaku dalam program solidaritry trial. Hasil uji klinis yang diputuskan oleh WHO tidak berpengaruh kepada hasil evaluasi lain terhadap kedua obat tersebut di luar program tersebut.
Sementara, ketika dikonfirmasi ke Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Erlina Burhan, ia membenarkan pemberian obat antimalaria dan HIV untuk program solidarity trial di Indonesia juga ikut dihentikan. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, ada 22 rumah sakit yang ikut dalam program tersebut.
"Karena kita ikut dalam solidarity study maka kita akan setop. Bahkan, kami akan menghentikan dulu selama dua minggu, sambil menunggu amandemen protokol penelitian," ungkap Erlina ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Senin (6/7/2020).
Ia menjelaskan penggunaan obat antimalaria akan dihentikan secara permanen dalam penelitian tersebut.
Baca Juga: Di Kamar WNA Korea yang Gantung Diri di Solo Ditemukan Obat-obat Flu