TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Atasi Krisis Myanmar, ASEAN Harusnya Tunjuk Utusan Khusus yang Tetap 

Pergantian utusan khusus tiap tahunnya dinilai tak efektif

Ribuan warga Myanmar menuntut militer Myanmar untuk segera menghentikan tindakan kekerasan setelah kudeta. (Twitter.com/PamelaFalk)

Jakarta, IDN Times - Rotasi Special Envoy atau Utusan Khusus negara ASEAN untuk menyelesaikan konflik Myanmar setiap tahunnya malah membuat usaha tersebut makin buntu.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dewi Fortuna Anwar mengatakan, seharusnya ASEAN bisa menunjuk utusan khusus tetap untuk membantu Myanmar keluar dari krisis.

“Rotasi tiap tahun karena ketua ASEAN juga berganti setiap tahun ini menyebabkan Special Envoy itu sendiri tidak membuahkan hasil,” kata Dewi, dalam diskusi yang digelar Habibie Centre, di Jakarta, Kamis (9/2/2023).

Baca Juga: Menlu RI Jadi Utusan Khusus Atasi Isu Myanmar

Baca Juga: RI Special Envoy ASEAN, Menlu: Kita Bantu Myanmar Keluar dari Krisis

1. Durasi kerja Special Envoy harusnya bisa lebih lama

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi. (IDN Times/Sonya Michaella)

Sejak kudeta Myanmar pecah pada 1 Februari 2021, memang Special Envoy adalah menteri luar negeri yang ditunjuk sesuai dengan negara mana yang memegang keketuaan saat itu.

“Perlu ditunjuk utusan khusus yang bisa bekerja dengan durasi yang lebih lama,” ucap Dewi lagi.

Untuk tahun ini, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi telah membentuk Office of Special Envoy yang akan ia pimpin untuk bekerja membantu Myanmar keluar dari konflik.

Baca Juga: Krisis Myanmar, Pengamat: Piagam ASEAN Harus Ditinjau Lagi

2. Utusan Khusus harus siap luar dalam

Profesor dan peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewi Fortuna Anwar. (IDN Times/Sonya Michaella)

Dewi menyarankan, ada baiknya agar utusan khusus ini dibuat permanen. Hal ini bisa membantu menguraikan dan memahami permasalahan sebenarnya yang terjadi di Myanmar lebih dalam lagi.

“Jadi nanti bisa dapat kepercayaan dari semua pihak. Tapi, dia harus siap bolak-balik ke Myanmar dan bisa saja dapat perlakukan tidak menyenangkan (dari junta),” tuturnya.

Selain ASEAN itu sendiri, lanjutnya, negara mitra ASEAN seperti China dan Rusia yang memiliki hubungan dekat dengan Myanmar, juga harus membantu mengatasi isu ini.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya