TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Krisis Ekonomi Inggris, Liz Truss Minta Maaf tapi Ogah Mundur  

Truss mengakui bahwa ia salah langkah

Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss. (twitter.com/FCDOGovUK)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Inggris, Liz Truss, meminta maaf atas terjadinya krisis ekonomi saat ini di Inggris. Meski demikian, ia menyatakan tak akan mundur dari jabatannya.

“Saya ingin menerima tanggung jawab dan meminta maaf atas kesalahan ini,” kata Truss, dikutip dari Guardian, Rabu (19/10/2022).

Baca Juga: Biaya Hidup di Inggris Melonjak, PM Liz Truss Akan Batasi Harga Energi

1. Lima anggota Konservatif menyerukan Truss mundur

Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss. (twitter.com/trussliz)

Sementara itu, dilaporkan ada lima anggota Partai Konservatif yang menyerukan agar Truss mundur. Padahal, Truss baru memimpin Inggris kurang dari enam pekan.

Tak hanya itu, lebih dari 100 anggota parlemen dari Partai Konservatif disebut siap untuk menyerahkan surat mosi tidak percaya Truss ke Ketua Komite Konservatif, Graham Brady.

Akibat Truss menerapkan langkah kebijakan yang dinilai cukup fatal, kepercayaan dari investor dan juga terhadap kepemimpinannya menurun drastis.

“Saya ingin bertindak untuk membantu orang-orang dengan tagihan energi mereka, untuk menangani masalah pajak yang tinggi, tapi kami bertindak terlalu jauh dan cepat,” ucap Truss lagi.

Baca Juga: Liz Truss, Menlu yang Terpilih Jadi Perdana Menteri Inggris 

2. Inggris jadi satu-satunya negara G7 yang ekonominya belum pulih

Ilustrasi London Bridge, London, Inggris (IDN Times/Anata)

Krisis ekonomi kini sedang melanda Inggris. Menurut data dari Kantor Statistik Nasional, Inggris adalah satu-satunya negara anggota G27 yang belum pulih sepenuhnya dari pandemik, dengan PDB 0,2 persen, lebih kecil dari awal 2020.

Bank Inggris bahkan memprediksi, ekonomi negaranya kemungkinan akan merosot lagi hingga terjadi inflasi 11 persen.

Keputusan Truss dinilai memperparah kondisi ekonomi Inggris. Mata uang Poundsterling bahkan berada dalam titik terendah terhadap dolar AS, sepanjang sejarah.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya