TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengamat: Tak Ada Pendekatan Baru dari RI untuk Myanmar

RI sebenarnya tahu bahwa 5PC ini sudah buntu

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Jakarta, IDN Times - Indonesia, bersama ASEAN, masih berusaha untuk menghidupkan Lima Poin Konsensus (5PC) demi mengembalikan demokrasi di Myanmar.

Hal ini juga yang ditekankan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat rangkaian ASEAN Foreign Ministers Meeting, 3-4 Februari 2023 kemarin, di Jakarta, di mana 5PC adalah satu-satunya mekanisme ASEAN untuk meredakan konflik Myanmar.

Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Sidharto Suryodipuro juga mengatakan bahwa semua menteri luar negeri ASEAN bersatu mendukung upaya Indonesia melaksanakan 5PC, berikut dengan rencana-rencananya.

Namun, pengamat hubungan internasional Dinna Prapto Raharja mengaku belum melihat sesuatu yang berbeda secara signifikan dari pendekatan mekanisme ini.

“Tidak ada sesuatu yang berbeda secara signifikan soal pendekatan Indonesia, jika dibanding dari Brunei dan Kamboja (ketua ASEAN sebelumnya), selain melanjutkan implementasi 5PC. Jika dilihat lebih dalam lagi, selain itu apa?” ujar Dinna, kepada IDN Times, Rabu (8/2/2023).

Baca Juga: Indonesia Akan Lakukan Segala Cara untuk Bantu Myanmar 

1. Indonesia sebenarnya tahu bahwa 5PC buntu

Para Menlu ASEAN memakai batik di pertemuan AMM Retreat. (IDN Times/Sonya Michaella)

Dinna berpendapat bahwa Indonesia sebenarnya tahu bahwa 5PC ini buntu. Indonesia hanya berusaha menjembatani kenyataan bahwa Special Envoy atau Utusan Khusus ini tidak efektif.

“Jadi apa yang baru dari pendekatan ini? Apalagi, poin 51 di Chair Press Statement AMM kemarin itu bukan barang baru. Ide ini sudah ada dari 2019,” ucap Dinna.

Sementara itu, poin-poin tuntutan agar junta militer Myanmar menahan diri tampaknya tak efektif. Pasalnya, cengkeraman junta kini makin kuat. Bahkan, junta bakal menggelar pemilu dalam waktu dekat.

2. Harus melibatkan banyak pihak dan tokoh

Pengamat hubungan internasional, Dinna Prapto Raharja. (dok. Twitter Dinna Prapto Raharja)

Terkait isu Indonesia bakal mengutus jenderal ke Myanmar untuk berdialog, Dinna mengatakan bahwa hal ini sudah pernah dilontarkan oleh para masyarakat sipil. Namun, dari tubuh jenderal sendiri ada penolakan.

“Bukan karena jenderal kita tidak mampu, tetapi bisa saja buntu karena ada keterkaitan juga junta Myanmar dengan Thailand,” ujar Dinna lagi.

Dinna berpendapat, dialog dengan junta Myanmar tidak bisa hanya dilakukan lewat jalur diplomasi pemerintah, tetapi melibatkan semua pihak.

“Tokoh-tokoh agama juga diajak. Jenderal tidak hanya dari Indonesia, bisa dari Filipina. Kalau pakai mekanisme ASEAN, ya memang lama,” tuturnya.

Baca Juga: Dialog Inklusif Kunci Selesaikan Konflik Myanmar 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya