TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Terima Menlu Belanda, Retno Singgung soal Diskriminasi Sawit

Belanda membuat program SustainPalm

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Belanda Hanke Bruins Slot. (IDN Times/Sonya Michaella)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menyayangkan atas diskriminasi Uni Eropa terhadap komoditas Indonesia, terutama terhadap produk sawit. Hal ini disampaikan Retno ketika menerima kunjungan Menteri Luar Negeri Belanda Hanke Bruins Slot.

Meski demikian, Retno mengapresiasi Belanda yang membuat proyek SustainPalm di Indonesia.

"Proyek ini sangat penting untuk mendorong kerja sama kelapa sawit berkelanjutan dengan Indonesia," kata Retno dalam konferensi pers di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Selasa (31/10/2023).

SustainPalm adalah program tiga tahun yang didanai oleh Pemerintah Belanda, yang digerakkan melalui kolaborasi beberapa universitas di Belanda dan universitas di Indonesia. Program ini juga bekerja sama dengan pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat untuk meningkatkan perhatian kepada petani kecil soal produksi minyak kelapa sawit.

Baca Juga: Kaltim Berpotensi Membangun Pabrik Mini Minyak Goreng dari Sawit

1. Belanda berkomitmen atasi deforestasi

Ilustrasi Hutan (IDN Times/Sunariyah)

Sementara itu, Slot menuturkan bahwa Belanda dan Indonesia akan bekerja sama mengatasi deforestasi.

"Saya ingin mengucapkan selamat kepada Indonesia atas upaya besarnya dalam mengurangi deforestasi dalam beberapa tahun terakhir," ucap Slot.

Menurut Slot, negaranya menjadi salah satu importir minyak sawit berkelanjutan terbesar di Uni Eropa.

"Dan kami berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan Indonesia untuk menjadikan sektor kelapa sawit lebih berkelanjutan," imbuh dia.

2. Belanda jadi mitra penting Indonesia

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Belanda Hanke Bruins Slot. (IDN Times/Sonya Michaella)

Retno kembali mengatakan bahwa Belanda adalah salah satu mitra penting Indonesia, utamanya dalam hubungan bilateral.

“Tahun ini menandani satu dekade kerja sama kedua negara. Kemitraan komperehensif dimulai pada 2013 lalu. Saya senang melihat kemitraan ini telah berkembang lebih kuat, dengan ditandai adanya peningkatan kunjungan dan penandatanganan lebih dari 30 perjanjian bilateral,” ungkap Retno.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya