TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Banding Ditolak, Kasus Duterte soal Kebijakan Narkoba Lanjut di ICC

Hampir 6 ribu orang tewas dibawah kebijakan antinarkotika

Presiden Filipina Rodrigo Duterte | Wikipedia Commons

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menolak banding Filipina untuk menghentikan penyelidikan kasus soal kebijakan perang melawan narkoba. Aturan semasa eks Presiden Rodrigo Duterte ini telah menyebabkan ribuan orang tewas dan diduga melanggar hak asasi manusia.

Pada Januari, ICC mengabulkan permintaan jaksanya untuk membuka kembali penyelidikan kasus tersebut. Penyelidikan dihentikan pada November 2021 atas permintaan Filipina agar dugaan kejahatan itu diadili oleh lembaganya.

Baca Juga: Duterte Tidak Akan Minta Maaf atas Setiap Kematian Bandar Narkoba

Baca Juga: Duterte Perintahkan Tangkap Warga Filipina yang Belum Divaksin COVID

1. Proses hukum Filipina terhadap pengedar narkoba dinilai tidak sah

Ilustrasi bendera Filipina (pixabay.com/titus_jr0)

Dilansir Al Jazeera, dalam proses praperadilan pada Selasa (18/7/2023), hakim ICC mengatakan operasi untuk memerangi narkoba di Filipina ini tidak melalui proses penegakan hukum yang sah. 

Pada 2019, Duterte secara sepihak menarik Filipina dari keanggotaan ICC di tengah maraknya kecaman dari kelompok-kelompok internasional soal kasus pembunuhan itu.  Meski begitu, hakim banding mengatakan bahwa jaksa penuntut masih memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan itu. Pasalnya, perang narkoba terjadi ketika Filipina masih jadi anggota ICC.

Ribuan warga Filipina terutama pengedar narkoba kelas bawah serta pemakainya dibunuh oleh aparat. Rezim Duterte bahkan meminta agar para tersangka ditembak langsung sehingga banyak korban yang mati misterius.

2. Hampir 6 ribu warga tewas selama operasi perang narkoba

Mengutip CNN, kepolisian Filipina menyebut hampir 6 ribu orang tewas selama operasi perang narkoba. Akan tetapi, kelompok HAM mengatakan jumlah korban bisa tiga kali lipat lebih tinggi dari hitungan aparat.

Di sisi lain pada 2020, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan ada puluhan ribuan orang yang tewas. Ini termasuk 73 anak-anak yang meninggal, di mana korban paling muda berusia lima bulan, dilansir Al Jazeera.

ICC masih menyelidiki tuduhan tersebut yang diajukan sejumlah keluarga korban tewas. Kepolisian Filipina mengklaim keputusan tembak mati ditempat hanya untuk membela diri.

Baca Juga: Duterte Sebut Tidak Ada yang Pantas Jadi Presiden Filipina selain Dia

Verified Writer

Syahreza Zanskie

Feel free to contact me! syahrezajangkie@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya