Al Gore Bakal Bicara di Paviliun Indonesia di COP 25 Madrid
Ini agenda negosiasi Delri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Madrid, IDN Times – Paviliun Indonesia di Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim 2019, atau COP 25 di Madrid, akan menghadirkan Al Gore sebagai pembicara. Al Gore, mantan wakil presiden AS di era Presiden Bill Clinton, adalah aktivis top perubahan iklim. Dia diganjar hadiah Nobel Perdamaian pada 2007, bersama panel antar pemerintah untuk perubahan iklim.
Selain Al Gore, tokoh dunia lain yang akan hadir adalah Profesor Nicholas Stern seorang ekonom penulis buku ‘The Economics of Climate Change’ yang menjadi kitab rujukan global dalam menghitung dampak perubahan iklim dalam paradigma ekonomi. Ada juga Profesor Jeffrey Sachs, ekonom Amerika Serikat yang memiliki banyak pemikiran tentang pengentasan kemiskinan.
Jeffrey Sachs adalah Direktur The Earth Institute di Universitas Columbia, dan dikenal sebagai mahaguru tujuan pembangunan berkelanjutan. Baik Al Gore, Nicholas Stern maupun Jeffrey Sachs adalah pembicara tetap di setiap ajang COP.
Tahun ini, ketiga selebritas COP itu bakal mendapat pesaing, ikon aktivis perubahan iklim muda belia, Greta Thunberg.
Greta bakal bergabung dengan ribuan aktivis di COP Madrid pada hari Jumat ini. Siswa asal Swedia yang mencetuskan demonstrasi perubahan iklim itu baru tiba di Lisbon Portugal setelah menempuh 20 hari berlayar dari Virginia, AS.
Baca Juga: Greta Thunberg Akan Jadi Ikon COP 25 di Madrid
1. Paviliun Indonesia di COP 25 menjadi etalase dan jalur soft diplomacy baru Indonesia
Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Djati Witjaksono, kehadiran tokoh dunia akan berdampak positif pada soft diplomacy Indonesia pada konferensi perubahan iklim.
“Para tokoh dunia itu akan akan mendatangkan massa yang pada akhirnya akan meningkatkan perhatian publik pada Paviliun Indonesia yang berarti juga kepada aksi-aksi nyata yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam upaya penanggulangan perubahan iklim,” kata Djati lewat keterangan tertulisnya.
Djati menambahkan, jalur soft diplomacy ini ditempuh untuk menginformasikan capaian good practices serta lessons learned, dan juga program mendatang dalam perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon. Tak hanya itu, dilakukan pula adaptasi untuk mencapai target kontribusi nasional yang disepakati (NDC), sebesar 29 persen dengan upaya Indonesia sendiri dan 41 persen dengan bantuan luar negeri pada 2030.
Baca Juga: Cifor: Hutan dan Lahan Terbakar pada 2019 Diperkirakan 1,6 Juta Ha