TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aktivis Antikudeta Myanmar: Tak Ada Hari Tanpa Demonstrasi!

Lebih dari 286 pendemo dikabarkan meninggal

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Jakarta, IDN Times -  Ribuan aktivis antikudeta Myanmar kembali turun ke jalan pada Kamis (25/3/2021), sehari setelah pemogokan massal atau aksi diam yang bertujuan menghentikan aktivitas ekonomi dan bisnis pada Rabu (24/3/2021).

Unjuk rasa kali ini kembali digelar di Ibu Kota Yangon, pusat Kota Monywa, dan beberapa kota lainnya.

"Apakah kita bersatu? Ya, kita Bersatu. Revolusi hari menang!” teriak pengunjuk rasa di Monywa, sebagaimana dilaporkan Reuters.

Nant Khi Phyu Aye, salah seorang aktivis, mengatakan kebanyakan pendemo adalah anak muda. "Mereka ingin melakukan protes setiap hari, tanpa melewatkan satu hari pun," tuturnya.

Skala protes jalanan mulai mengalami penurunan beberapa hari terakhir. Kendati begitu, para aktivis berjanji gelombang demonstrasi besar akan datang.

"Badai terkuat (akan) datang setelah keheningan," merujuk kepada pemogokan massal, kata pemimpin pendemo, Ei Thinzar Maung, dalam sebuah unggahan media sosial.

Baca Juga: Junta Militer Sebut Tak Ada Aksi Damai di Myanmar, Adanya Anarkisme

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyampaikan, setidaknya 286 orang pendemo tewas akibat bentrok dengan aparat. Sementara, juru bicara militer memiliki data yang berbeda, mengatakan korban jiwa hanya 164 orang.

Pembubaran demonstrasi di Kota Mawlamyine berujung penangkapan 20 orang, sedikitnya dua orang terluka. Sementara itu, lima orang terluka dalam semalam saat aksi digelar di Mandalay.

Media lokal Myanmar Now melaporkan, remaja berusia 16 tahun di Mandalay kehilangan nyawa setelah peluru yang ditembakkan aparat bersarang di punggungnya.

Adapun, korban termuda sepanjang unjuk rasa adalah perempuan berusia tujuh tahun yang terbunuh pada Selasa (23/3/2021) saat ketegangan terjadi di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.

1. Lebih dari 286 orang dikabarkan meninggal

Kendaraan bersenjata Tentara Myanmar berkendara melewati sebuah jalan setelah mereka mengambil kekuasaan dalam sebuah kup di Mandalay, Myanmar, Selasa (2/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

2. Tekanan dari komunitas internasional meningkat

Pendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Sejak kudeta terjadi pada 1 Februari 2021, sejumlah komunitas internasional mulai menjatuhi hukuman kepada elite Dewan Administrasi Negara, sebutan untuk rezim darurat yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing.

Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengabarkan Reuters, Amerika Serikat (AS) berencana menjatuhkan sanksi lagi kepada dua konglomerat yang dikendalikan militer Myanmar.

Langkah Departemen Keuangan AS untuk memasukkan dua konglomerat yang dikendalikan oleh militer, Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL), sekaligus membekukan aset apa pun yang mereka miliki di AS. Hal itu dapat dilakukan paling cepat pada Kamis (25/3/2021).

Menteri Luar Negeri (Menlu) Singapura, Vivian Balakrishnan, dijadwalkan bertemu dengan Menlu RI Retno Marsudi di Jakarta pada Kamis. Pertemuan itu diharapkan menelurkan suatu sikap mengenai instabilitas domestik di Myanmar.

Sedangkan, Malaysia dan Indonesia juga sedang mengupayakan pertemuan mendesak Menlu regional Asia Tenggara.

Baca Juga: Junta Bebaskan Lebih dari 600 Tahanan Politik Anti Kudeta Myanmar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya