TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

COVAX Distribusikan 237 Juta Dosis Vaksin ke 142 Negara Akhir Mei

Target dari COVAX adalah 2 miliar vaksin

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto diambil dari media sosial. twitter.com/DrTedros

Jakarta, IDN Times - COVAX, platform penyedia dan pendistribusi vaksin bagi negara miskin dan berpenghasilan menengah, menargetkan pengiriman 237 juta dosis vaksin AstraZaneca ke 142 negara pada akhir Mei 2021. Jadwal pengiriman vaksin akan terbagi menjadi dua fase, yaitu gelombang pertama pada Februari-Maret dan gelombang kedua pada April-Mei.  
 
Penyebarannya termasuk ke Afganistan 2,6 juta dosis, Aljazair 1,9 juta dosis, Bangladesh 10,9 juta dosis, Brasil 9,1 juta dosis, Indonesia 11,7 juta, dan Korea Utara 1,7 juta dosis.
 
"Patokan waktu ini bergantung pada berbagai faktor, termasuk persyaratan peraturan nasional, ketersediaan pasokan, dan pemenuhan kriteria lain seperti rencana penyebaran dan vaksinasi nasional yang telah divalidasi," tertulis dalam keterangan yang dirilis COVAX, dilansir dari Reuters, Rabu (3/3/2021).
 

Baca Juga: Korea Utara Minta Vaksin COVID-19 ke COVAX, dapat Jatah AstraZeneca 

1. WHO akui banyak tantangan untuk mencapai pemerataan vaksin

Bendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (www.who.int)

Beberapa saat lalu, World Health Organization (WHO) dikritik karena program COVAX dianggap gagal menjamin pemerataan vaksin. Banyak negara-negara miskin di kawasan Afrika yang belum menerima vaksin. Pada saat yang sama, sejumlah negara telah memulai program vaksinasi nasional, bahkan inokulasi fase kedua telah dilakukan.
 
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengakui, banyak hambatan dan tantangan dalam pemerataan vaksin. Namun, dia meyakini skema COVAX akan lebih baik setelah menerima evaluasi serta kritikd dari berbagai pihak.
 
“Tantangannya termasuk hambatan produksi lokal yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. Memang (distribusinya) belum adil seperti yang kami inginkan, tetapi itu pasti lebih adil daripada yang seharusnya (tanpa skema COVAX),” kata Tedros, dikutip dari laman resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
 

2. Varian baru berpotensi memperpanjang periode pandemik

Ilustrasi corona. IDN Times/Mardya Shakti

COVAX yang bermitra dengan WHO, GAVI the Vaccine Alliance, dan CEPI bertujuan mengirimkan sekitar dua militar vaksin ke 190 negara. Pemerataan vaksin menjadi satu-satunya jalan untuk mengakhiri pandemik yang telah membunuh 2,5 juta manusia.
 
Kepala Eksekutif CEPI, Richard Hatchett, mengkhawatirkan ancaman dari varian baru corona yang berpotensi memperpanjang masa pandemik. Tapi, hal itu bukan alasan untuk tidak membagikan vaksin secara merata.  
 
“Kita harus tetap fokus pada memberikan akses yang adil, jika kita menghentikan siklus karantina yang tidak ada habisnya,” kata dia.
 
“Pekerjaan belum selesai dalam hal pengembangan vaksin untuk melawan COVID-19. Secara pararel dengan peluncuran vaksin global, kami sekarang harus melipatgandakan upaya riset dan pengembangan untuk mengatasi varian COVID-19 yang muncul,” lanjut Harchett.
 
Pada kesempatan yang sama, Tedros mengingatkan agar seluruh negara tidak menjadikan vaksin sebagai satu-satunya alat tempur untuk memerangi corna. “Negara harus terus menggunakan semua alat yang mereka miliki termasuk diagnostik, terapeutik, dan berbagai tindakan kesehatan masyarakat yang terbukti."
 

Baca Juga: WHO Ingatkan Negara-Negara Kaya Tidak 'Ganggu' Skema COVAX

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya