TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Di Jepang Sedotan dan Peralatan Plastik Kena Pajak Mulai April 2022

Setiap tahun Jepang memproduksi 10 juta ton plastik

ilustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Jakarta, IDN Times - Peralatan dan sedotan plastik tidak akan lagi diberikan secara gratis di Jepang mulai April 2022, menyusul larangan terhadap kantong plastik yang telah diterapkan lebih dulu.

Undang-undang baru yang disahkan oleh Diet, legislatif Jepang, bertujuan untuk mempromosikan penggunaan kertas atau alternatif kayu yang terurai bakal pengecer, restoran, atau hotel. Jika tidak patuh, maka mereka bisa didenda hingga 500 ribu yen (Rp65 juta).

Dilansir dari The Straits Times, rincian undang-undang lebih lanjut, termasuk ruang lingkup bisnis yang terdampak, akan diselesaikan pada Oktober. Kementerian lingkungan berharap, kebijakan ini akan meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan bisnis dan konsumen.

Baca Juga: Pengadilan Korsel Tolak Tuntutan Buruh ke Perusahaan Jepang

1. Upaya Jepang untuk perang melawan plastik sekali pakai

IDN Times/Istimewa

Beban pajak untuk kantong plastik sudah berlaku sejak Juli 2020. Sebuah survei yang dilakukan pemerintah mengungkap, regulasi itu telah mendorong perubahan perilaku. Sebelum kebijakan, hanya dua dari 10 orang yang menolak plastik di toserba, angkanya meningkat hingga tujuh dari 10 orang setelah kebijakan.

Pengecer diizinkan untuk menetapkan biaya mereka sendiri, yang biasanya berkisar antara tiga yen hingga 10 yen (Rp390-Rp1.300) per kantong plastik. Beberapa bisnis telah melangkah lebih jauh untuk mengenakan biaya kantong kertas, sebagai upaya mengurangi limbah.  

Perang melawan plastik dimulai ketika Jepang menetapkan tujuan iklim yang ambisius awal tahun ini. Negeri Sakura berencana untuk memangkas emisi gas rumah kaca dari sebesar 46 persen pada 2030, dibandingkan dengan 2013, dan berkeinginan mencapai emisi karbon nol pada 2050.


2. Kebijakan diapresiasi karena akan mengubah kebiasaan bisnis Jepang

Warga Jepang menunggu lampu hijau di Shibuya Crossing. 9 Desember 2019 (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Data Institut Pengelolaan Sampah Plastik melaporkan, Jepang memproduksi hampir 10 juta ton plastik setiap tahun, sekitar 100 ribu ton terdiri dari sendok dan plastik sekali pakai.

Hiroaki Odachi dari Greenpeace Jepang mengatakan, meski Jepang telah lama mengklaim tingkat daur ulang plastik lebih dari 80 persen, namun hampir 60 persen plastik dibakar dengan proses "pemulihan panas" yang didefinisikan sebagai "daur ulang termal".

Menteri Lingkungan Shinjiro Koizumi menambahkan, undang-undang baru tidak menganggap “pemulihan panas” sebagai “daur ulang termal” karena emisi karbon yang terlibat. Itu berarti hanya seperempat dari sampah plastik di Jepang yang akan didaur ulang.

Regulasi baru juga mencakup pembuatan dan pengumpulan barang-barang plastik, sementara sistem baru akan mengesahkan plastik ramah lingkungan. Kotamadya dan perusahaan lokal akan diberi insentif dengan subsidi untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang plastik.

Koordinator global gerakan Break Free From Plastic, Von Hernandez, mengapresiasi kebijakan yang membebankan pajak atas sedotan dan peralatan plastik. Regulasi itu dinilai sebagai langkah kecil yang esensial.

"Untuk negara yang terkenal dengan pengemasan yang berlebihan dan boros serta membakar hampir semua yang ada di insinerator mereka, masih banyak yang harus dilakukan untuk menggerakkan perusahaan untuk mendesain ulang produk mereka dan cara pengirimannya ke konsumen," kata Hernandez.
 

Baca Juga: PM Jepang Umumkan akan Gelar Pemilu Usai Olimpiade Tokyo

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya