Kisah Pengungsi Gaza: Kami Takut, Butuh Selimut, Makanan, dan Popok
"Ini bukan kali pertama kami mengungsi."
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sembari menggendong bayi yang baru saja lahir, Suheir al-Arbeed, terlihat sibuk menulis daftar kebutuhan. Di dalam sebuah kelas yang menjadi tempat pengungsian sementara, Suheir ditemani oleh lima anaknya yang sibuk keluar-masuk ruangan.
Perempuan berusia 30 tahun itu adalah satu dari ratusan keluarga yang kehilangan tempat tinggal sejak Israel membombardir Jalur Gaza, Palestina pada 10 Mei 2021. “Kami membutuhkan makanan, pakaian, selimut, kasur dan susu,” kata Suheir, yang baru saja melahirkan anaknya dua pekan lalu, kepada Al Jazeera.
“Punggungku sakit karena harus tidur di atas selimut tipis di lantai. Aku harus meminta popok orang lain demi anakku. Aku mencoba untuk menyusui, tapi dia terus menangis kelaparan,” keluh dia.
Pada Kamis (13/5/2021) malam, ketika umat muslim seharunya terhanyut dalam euforia Idul Fitri, Suheir justru terpaksa berjalan kaki sejauh beberapa kilometer. Dia harus menyelamatkan diri. Menjauhkan keluarganya dari artileri dan bom yang menghujani Gaza.
“Tidak ada mobil atau transportasi yang tersedia,” terang Suheir, yang rumahnya terletak di daerah Shujaiyah di timur laut Gaza.
Baca Juga: Ketiga Kalinya, AS Veto Resolusi DK PBB terkait Israel-Palestina
1. Umm Jamal al-Attar harus mengulangi kisah kelamnya
Bagi Umm Jamal al-Attar, ini bukan kali pertama dia dan keluarganya mengungsi. Dia pernah menghabiskan 40 hari berlindung di sebuah sekolah selama perang Gaza 2014, konflik yang mana Israel membunuh lebih dari 2.100 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil selama rentang 50 hari.
Umm Jamal bersama suami dan lima anaknya keluar dari rumah mereka di Attara, utara kota Beit Lahia. Rumah mereka adalah satu dari ratusan rumah yang menjadi sasaran rudal Israel. Serangan itu menewaskan Lamya al-Attar dan ketiga anaknya, Amir, Islam dan Mohammed, yang tinggal di sebuah apartemen di lantai dua.
“Israel menembak dan membombardir kami dengan rudal. Mereka juga menembakkan semacam gas,” kata Umm Jamal, seraya menambahkan bahwa dia belum bisa pulang ke rumah untuk mendapatkan pakaian atau makanan.
"Anak-anak kami perlu dialihkan perhatiannya dengan mainan atau apa pun yang akan mengalihkan pikiran mereka dari pengeboman dan ketakutan yang mereka alami selama ini," katanya.
"Pengeboman itu semua yang mereka bicarakan sekarang," tambah dia.
Baca Juga: Begini Awal Konflik Israel-Palestina yang Jadi Perhatian Dunia
Baca Juga: Israel Tembakkan Rudal ke Kantor Berita AP dan Al Jazeera di Gaza