TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Malaysia Kaji Pembatalan Beli Vaksin Sinovac, Begini Alasannya

Malaysia pastikan tak terlambat memulai vaksinasi

Ilustrasi vaksin COVID-19 buatan Sinovac (Dokumentasi Sinovac)

Jakarta, IDN Times - Menteri Sains, Teknologi, dan Inovasi Malaysia Khairy Jamaluddin mempertimbangkan opsi untuk membatalkan pembelian vaksin COVID-19 asal perusahaan asal Tiongkok, Sinovac. Salah satu penyebabnya adalah hasil uji klinis dan tingkat efikasi di berbagai negara kurang memuaskan.
 
“Terkait data efikasi, ada juga beberapa kekhawatiran tentang kemanjuran uji coba Sinovac di Brasil, mengingat Sinovac merupakan salah satu vaksin yang kami negosiasikan untuk dibeli,” kata Jamaluddin di laman daring pribadinya (blog) yang diunggah pada Kamis, 14 Januari 2021.
 
Melihat tingkat efikasi yang rendah dibanding vaksin lainnya, tutur Jamaluddin, banyak pihak mempertanyakan, apakah Negeri Jiran tetap membeli produk tersebut.
 
“Saya ingin menegaskan kembali bahwa ketika bernegosiasi, kami selalu bersikeras vaksin harus disetujui dan didaftarkan oleh Badan Pengatur Farmasi Nasional (NPRA), sebelum perjanjian dioperasionalkan. Itulah mengapa pengembalian deposit adalah kondisi yang telah kami bangun dalam negosiasi,” kata dia.

Baca Juga: Vaksinasi COVID-19 di Daerah Dimulai, Ikhtiar Baru Melawan Pandemik   

1. Keputusan pembelian Sinovac didasari pertimbangan tim teknis

(ANTARA FOTO/Malaysia's Ministry of Health/Muzzafar Kasim/Handout via REUTERS)

Keputusan akhir untuk membeli vaksin dari Tiongkok itu bergantung pada evaluasi Kelompok Kerja Teknis Pemilihan Vaksin (TWG) yang diketuai Kalaiarasu Peariasamy, yang juga menjabat sebagai direktur Institut Penelitian Klinis.
 
“TWG sedang menganalisis. Apapun keputusannya, saya ingin meyakinkan Anda bahwa kami hanya akan mendapatkan vaksin yang aman dan manjur untuk orang Malaysia,” kata Jamaluddin.
 
Pertimbangan utama Malaysia untuk menentukan pembelian vaksin adalah keterbukaan data soal uji klinis dan efikasi.
 
“Dengan semakin banyak data klinis yang dipublikasikan, kita harus gesit dan fleksibel untuk menyeimbangkan kebutuhan vaksin. Artinya, apa yang sudah diumumkan bisa saja berubah di masa mendatang. Kami dapat menambah lebih banyak vaksin tertentu, bahkan membatalkan perjanjian (pembelian vaksin) lainnya,” ulas Jamaluddin.

2. Malaysia pastikan tidak terlambat dalam memulai program vaksinasi

Ilustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam tulisan tersebut, Jamalauddin juga menyampaikan Malaysia sama sekali tidak terlambat dalam memulai program vaksinasi. Wacana tersebut menguat setelah negara tetangga, Singapura dan Indonesia, sudah memulai vaksinasi. Bahkan, beredar isu vaksinasi Malaysia akan dilakukan menjelang momen pemilihan umum.
 
“Saya ingin menyatakan, Malaysia berada di jalur yang tepat untuk menerima pengiriman pertama sebelum akhir Februari. Jadwal ini telah disetujui ketika kami menegosiasikan kontrak dengan Pfizer pada November 2020. Kami jadi di antara yang tercepat di Asia Pasifik,” tulis dia.
 
Jamaluddin menyambung, “kami tentu tidak lamban. Jepang memesan vaksin Pfizer pada Juli 2020 dan akan menerimanya pada Februari, di waktu yang sama dengan kami. Korea Selatan memesan pada Desember 2020 dan akan menerima Pfizer pada Q3 2021. Kami membuat keputusan pengadaan berdasarkan penilaian data klinis tanpa harus membayar premi yang besar dan uang muka.”

Baca Juga: Vaksinasi Keluarga Presiden Jokowi Ikuti Jadwal Masyarakat Umum

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya