TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Militer Myanmar Sewa Pelobi Israel-Kanada Bertarif Rp28,8 Miliar

Ditugaskan untuk meyakinkan Amerika Serikat dan sekutunya

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Jakarta, IDN Times - Junta militer Myanmar menyewa seorang pelobi keturunan Israel-Kanada bertarif 2 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp28,8 miliar. Tugas pelobi tersebut adalah menjelaskan kepada Washington dan sekutu apa yang sebenarnya terjadi di Burma.

Kabar tersebut mencuat setelah Ari Ben-Menashe dan perusahannya, Dickens & Madson Canada, mengajukan dokumen ke Departemen Kehakiman AS. Dokumen tersebut menjelaskan, pelobi yang mewakili pemerintah Myanmar juga diminta untuk menjalin komunikasi dengan Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Israel, Rusia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Membantu penyusunan dan pelaksanaan kebijakan untuk pembangunan yang bermanfaat bagi Republik Persatuan Myanmar, dan juga untuk membantu menjelaskan situasi nyata di negara tersebut,” demikian tertulis dalam dokumen, dilansir dari Channel News Asia, Rabu (10/3/2021).

Baca Juga: Kudeta Myanmar, Polisi Ancam Akan Buru Warga hingga Media Dibredel

1. Ari Ben-Menashe diminta meyakinkan program para jenderal

Kendaraan bersenjata Tentara Myanmar berkendara melewati sebuah jalan setelah mereka mengambil kekuasaan dalam sebuah kup di Mandalay, Myanmar, Selasa (2/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Penyerahan draf perjanjian kepada Departemen Kehakiman pada Senin (8/3/2021) adalah bagian dari kepatuhan terhadap Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing AS dan harus dipublikasikan secara online.

Ben-Menashe menyampaikan, dia telah ditugaskan untuk meyakinkan Amerika Serikat bahwa para jenderal Myanmar ingin bergerak lebih dekat ke Barat dan menjauh dari Tiongkok. Fraksi militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing juga menyampaikan, mereka berkomitmen untuk melanjutkan program repatriasi etnis Rohingnya.

Juru bicara pemerintah militer Myanmar tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk meminta komentar. Di sisi lain, Direktur Advokasi Asia di Human Right Watch, John Sifton, ragu bila aktivitas lobi tersebut bisa membujuk Washington untuk beralih mendukung rezim militer. Sebab, AS adalah salah satu negara yang keras dalam mengecam aksi genosida di Myanmar.

"Sangat tidak masuk akal bahwa dia bisa meyakinkan Amerika Serikat tentang narasi yang dia usulkan," kata John.

Baca Juga: Diduga Disiksa, Pejabat NLD Myanmar Tewas Usai Disergap Polisi-Militer

2. Perusahaan Ari Ben-Menashe bisa terjerat hukum

Warga menginjak poster yang memperlihatkan foto yang diduga sebagai penembak jitu Tentara Myanmar saat protes terhadap kup militer di Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Ben-Menashe juga menyerahkan dokumen yang berisi kesepakatan dengan Menteri Pertahanan Junta Jenderal Mya Tun Oo, yang menyatakan bahwa pemerintah akan membayar perusahaan tersebut sebesar 2 juta dolar AS.

Sebagai informasi, Mya Tun Oo dan sejumlah elit jenderal lainnya telah dijatuhkan sanksi oleh Departemen Keuangan AS dan pemerintah Kanada. Alhasil, dalam dokumen tertuang klausul bahwa pembayaran dapat dilakukan “jika (aktivitas lobi) diizinkan secara hukum.”

Sementara itu, Peter Kucik selaku mantan penasihat sanksi di Departemen Keuangan AS, mengatakan tidak menutup kemungkinan kegiatan yang dilakukan Ben-Menashe dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. “Sejauh dia memberi layanan kepada pihak-pihak yang terkena sanksi dari Amerika Serikat tanpa izin, itu akan tampak seperti pelanggaran hukum AS,” kata Peter.
 
Ben-Menashe menyampaikan, perusahaannya akan memulai lobi jika memperoleh lisensi dari Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan dan pemerintah Kanada. Namun, dia memastikan tidak akan melanggar hukum dengan melobi junta.
 
"Ada masalah teknis di sini, tetapi kami akan menyerahkannya kepada pengacara dan OFAC untuk menanganinya," ungkap Ben-Menashe.

Baca Juga: Kronologi Lengkap Kudeta Myanmar yang Picu Demo Berdarah

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya