TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Profil Hamas, Pemimpin Gaza di Palestina yang Perangi Israel

Hamas dikenal sebagai kelompok Islamis yang juga rival Fatah

Dua Pejuang Hamas yang sedang berpatroli di Gaza. twitter.com/edrormba

Jakarta, IDN Times - Jalur Gaza kembali memanas saat kelompok Hamas melancarkan serangan pada Sabtu (7/10/2023). Serangan multi-front itu dianggap yang paling dahsyat menembus perbatasan Israel, dengan ribuan roket dan pengerahan pasukan. 

Sayap militer Hamas menyebut serangan itu sebagai Operasi Badai Al-Aqsa. Tentara Israel atau Israel Defense Forces (IDF) pun membalas serangan itu, seiring komando Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menyebut Israel sedang berperang. Mereka menamai serangan balasan itu, Operasi Pedang Besi.

Baku tembak terus berlangsung antara IDF dan Hamas hingga ratusan korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak. 

Lantas, siapakah Hamas? 

Hamas merupakan singkatan dari Harakat al-Maqawana al-Islamiya yang berarti Gerakan Perlawanan Islam. Hamas juga dikenal dengan nama lain, seperti At-Tiar Al-Islami (The Islamic Stream) atau Al-Athja Al-Islami (The Islamic Trend).

Berikut sejarah Hamas dan hal-hal yang perlu diketahui mengenai kelompok jihadis Palestina tersebut.

Baca Juga: Luncurkan Roket ke Israel, Ini 5 Fakta tentang Organisasi Hamas

1. Sejarah berdirinya Hamas

Ilustrasi pasukan Hamas (mfa.gov.il/Israel Ministry of Foreign Affairs)

Dilansir dari BBC, Hamas lahir pada 1987 sejak dimulainya Intifada Pertama--gerakan serangan jihad atau perlawanan terhadap Israel. Tujuan utama Hamas adalah memerdekakan Palestina dengan menghancurkan serta mencegah berdirinya negara Yahudi, Israel.

Dulunya, Jalur Gaza merupakan wilayah teritorial Mesir. Ikhwanul Muslimin (IM) tumbuh dan berkembang di sana. Ideologi IM yang ingin mendirikan negara Islam turut mempengaruhi orientasi lain Hamas, yaitu keinginan untuk mendirikan negara Islam sepanjang Laut Mediterania dan Sungai Yordan.

Atas dasar itu, Hamas dikenal karena memadukan dua ideologi, yaitu nasionalisme dan Islamisme. Di sisi lain, Hamas juga memiliki program kesejahteraan sosial, karenanya organisasi ini banyak mendirikan sekolah, rumah sakit, bahkan universitas di Jalur Gaza.

Hamas menguasai Gaza sejak memenangi pemilihan legislatif dan mampu mengalahkan pesaingnya, Fatah, salah satu organisasi beraliran nasionalisme-sekuler yang ingin memerdekakan Palestina pada 2006.

Kemenangan Hamas bermula dari keputusan Israel untuk menarik pasukan dari Gaza pada 2005. Sejak itu, kelompok Islamis penguasa Gaza tersebut kerap berkonfrontasi dengan Israel.

Hamas dan beberapa sayap militernya, termasuk Brigade Izzedine al-Qassam, dikategorikan sebagai terorisme oleh Israel, Amerika Serikat, Inggris, Selandia Baru, Australia, Jepang, dan Uni Eropa karena menggunakan metode bom bunuh diri dan penyerangan warga sipil Israel untuk mencapai tujuan.

2. Awal Mula Hamas, bermula dari sayap organisasi IM

hamas.ps

Dilansir dari The Wall Street Journal, cikal bakal berdirinya Hamas bermula dari IM yang aktif merekrut anggota dari kamp pengungsi Palestina di Gaza. IM Gaza kala itu dipimpin oleh Sheikh Yassin yang aktif dengan kegiatan amalnya. Dia menggalang dana untuk mencetak tulisan karya Sayyid Qurb, ideolog terkemuka IM yang melandasi pemikiran jihad global, dan membangun sekolah.

Reputasi Sheikh Yassin disikapi berbeda oleh pemerintah Israel. Pejabat Israel yang berbasis di Gaza khawatir bila Sheikh Yassin akan menjadi ancaman di masa mendatang, meski dia tidak memiliki kamp pelatihan dan tidak menunjukkan gelagat untuk tertarik dengan politik. Sebaliknya, elite militer Israel tidak memandang ulama yang lumpuh itu sebagai ancaman.

Karena perbedaan sikap para elite Israel, Sheikh Yassin tidak menghadapi hambatan ketika mendirikan Mujama Al-Islamiya pada 1979, bibit organisasi yang nantinya bertransformasi menjadi Hamas. Israel bahkan mendukung pendirian Universitas Islam Gaza, sebagai tempat yang saat ini, diyakini menjadi basis Hamas. 
 
Fakta uniknya adalah ulama dan Israel memiliki musuh bersama, yaitu aktivis sekuler Palestina, termasuk Fatah yang berdiri pada 1964.

Mujama Al-Islamiya sempat mencoba untuk menggulingkan kaum sekuler dari kepemimpinan Bulan Sabit Merah Palestina, palang merah versi muslim, namun upaya itu gagal. Alhasil, Mujama melakukan demonstrasi, kekerasan, dan menyerbu gedung Bulan Sabit Merah. Pendukung Islamis juga menyerang toko-toko yang menjual minuman keras dan bioskop.

Bagaimana sikap Israel? Mereka memilih untuk berada di pinggir lapangan, hanya menjadi pengamat, dan tidak ingin terlibat di tengah konflik kelompok Palestina.

Baca Juga: Kondisi Memanas, Hamas dan Israel Berbalas Serangan Roket

3. Diharapkan sebagai alternatif PLO

potret perayaan kemenangan Hamas pada Pemilu legislatif Palestina pada tahun 2006 (blogs.kent.ac.uk)

Bentrokan faksi Islamis dengan nasionalis-sekuler menyebar ke Tepi Barat dan semakin intensif selama 1980-an. Bentrok mulai menyerang kampus-kampus, termasuk Universitas Birzeit sebagai pusat aktivisme politik.
 
Ketika pertempuran antara fraksi semakin sengit, intelijen militer Israel di Gaza, Shalom Harari, mendapat laporan bahwa sebuah bus dengan penuh senjata tengah bergerak untuk memerangi Fatah.

"Jika mereka ingin membakar satu sama lain, biarkan mereka pergi," ujar Hariri, mengenang percakapannya masa itu.
 
Pemimpin faksi Islamis Birzeit, Mahmoud Musleh, manyangkal kolusi antara kubunya dengan Israel. Tetapi, dia mengatakan bahwa Israel berharap kelompok Islamis menjadi alternatif organisasi pembebasan Palestina (PLO).

Sebelumnya, Fatah yang menjadi rival Israel sejak 1974, diakui oleh negara-negara Arab sebagai satu-satunya entitas PLO yang sah, organisasi yang mewakili rakyat Palestina.
 
Pada 1984, militer Israel menerima informasi dari pendukung Fatah bahwa Sheikh Yassin di Gaza sedang mengumpulkan senjata. Laporan itu ditindaklanjuti dengan menggerebek masjid yang berujung penemuan gudang senjata. Sheikh Yassin dipenjara oleh militer Israel. Setahun berselang, ulama itu dibebaskan karena berdalih senjata yang terkumpul digunakan untuk menyerang Fatah.

4. Deklarasi jihad lawan Israel

Pejuang Brigade al Qassam afliasi Hamas di Gaza. twitter.com/AyaFertas

Pada 1987, kecelakaan lalu lintas yang menewaskan beberapa orang Palestina, melibatkan pengemudi Israel, memicu gelombang protes yang kemudian dikenal sebagai Intifada Pertama.

Sheikh Yassin bersama enam anggota Mujama lainnya mendirikan Hamas. Piagam Hamas yang dirilis setahun kemudian dipenuhi dengan anti-semitisme dan menyatakan jihad, kematian karena Allah, sebagai bentuk keyakinan yang paling agung.
 
Pejabat Israel kala itu, masih fokus dengan Fatah dan belum mengetahui seputar piagam Hamas, sehingga mereka masih menjaga kontak dengan Islamis Gaza. Pada 1989, Hamas melakukan serangan pertamanya ke Israel, dengan menculik dan membunuh dua tentara. Israel menangkap Sheikh Yassin dan menghukumnya seumur hidup.

Israel kemudian menangkap lebih dari 400 tersangka aktivis Hamas, termasuk Zahar, dan mendeportasi mereka ke Lebanon selatan. Di sana, mereka terhubung dengan Hizbullah, militan anti-Israel yang didukung Iran.

Tidak sedikit para deportan yang kembali ke Gaza. Selanjutnya, Hamas membangun persenjataan dan meningkatkan serangannya, sambil mempertahankan jaringan sosial yang menopang dukungannya di Gaza.

Keputusan PLO untuk berunding dengan Israel terkait two-state solution--solusi perdamaian tentang Palestina dan Israel berdiri berdampingan--dinilai Hamas sebagai pengkhianatan. Sebab, piagam Hamas menegaskan bahwa tanah yang mereka perjuangkan sejatinya milik Palestina sedangkan Israel tidak memiliki hak untuk mendirikan negara.

Narasi pengkhianatan semakin menggema ketika Israel terus mengembangkan permukiman di tanah Palestina yang diduduki, khususnya Tepi Barat. Meskipun Tepi Barat telah beralih ke kendali nominal Otoritas Palestina yang baru, faktanya wilayah tersebut masih dipenuhi dengan pos pemeriksaan militer Israel dan pemukiman Yahudi semakin banyak.

Baca Juga: Jadi Perhatian Dunia, Begini Awal Konflik Israel-Palestina

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya