Minim Air Bersih-Pembalut, Perempuan Gaza Minum Pil Penunda Menstruasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Konflik berkepanjangan di Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 mempersulit kehidupan para perempuan Palestina, karena kondisi kesehatan yang memburuk.
Perempuan di Gaza dikabarkan harus menghadapi proses menstruasi tanpa privasi dan sanitasi yang memadai. Mereka bahkan mengonsumsi tablet yang digunakan untuk menunda menstruasi, dikutip dari Al Jazeera.
Salma meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu lalu, dan tinggal di rumah kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah. Dia mengaku menghadapi kondisi berat saat menstruasi.
“Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini. Saya mendapat menstruasi dua kali dalam bulan ini, yang sangat tidak teratur bagi saya dan mengalami pendarahan hebat," kata Salma pada Senin (6/11/2023)
1. Penggunaan kamar mandi yang dibatasi
Salma mengatakan, dia harus menghadapi kesulitan untuk menemukan pembalut di beberapa toko dan apotek yang masih buka.
Sementara itu, karena terpaksa berbagi tempat tinggal di tengah kekurangan air, sanitasi rutin menjadi suatu kemewahan. Penggunaan kamar mandi harus dijatah dan mandi dibatasi beberapa hari sekali.
Baca Juga: PBB: Stok Pangan di Gaza Hanya Bertahan untuk 5 Hari
2. Merasa tak nyaman dengan kondisi konflik
Editor’s picks
Perempuan berusia 41 tahun ini mengaku berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan, dan depresi yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya.
Tablet penunda menstruasi umumnya lebih banyak tersedia di beberapa apotek karena jarang digunakan. Ini jadi pilihan perempuan yang mengalami konflik.
“Saya meminta putri saya pergi ke apotek dan membeli pil penunda menstruasi,” kata Salma.
3. Kondisi psikologis saat haid makin buruk saat perang
Psikolog dan pekerja sosial yang berbasis di Kota Gaza, Nevin Adnan, mengungkapkan perempuan biasanya mengalami gejala psikologis serta fisik pada hari-hari sebelum dan selama menstruasi.
Mereka umumnya mengalami perubahan suasana hati dan nyeri perut bagian bawah serta punggung. Gejala-gejala ini dapat memburuk karena stres akibat perang.
“Perpindahan menyebabkan stres yang ekstrem dan itu memengaruhi tubuh perempuan serta hormonnya,” kata dia.
“Bisa juga terjadi peningkatan gejala fisik yang berhubungan dengan menstruasi, seperti sakit perut dan punggung, sembelit dan kembung,” ujarnya
Baca Juga: RS Indonesia di Gaza Minta Perlindungan dari Pemerintah Indonesia