TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Kohistani: Saya Merasa Berdosa Tinggalkan Ibu di Afghanistan

Kohistani tidak bisa hidup nyaman meski berada di Spanyol

Massouda Kohistani (Twitter.com/Massouda Kohistani)

Jakarta, IDN Times – Tepat setahun lalu, ribuan warga Afghanistan berkerumun di luar bandara Kabul karena putus asa dan berupaya melarikan diri setelah Taliban mengambil alih negara itu.

Massouda Kohistani salah satunya. Ia berhasil mendapatkan tumpangan militer asing menuju Teluk dan berakhir di Spanyol.

Namun, ibu dan anggota keluarganya yang lain gagal meraih penerbangan itu. Mereka tertinggal di landasan. Sehingga, selain menghadapi rasa sakit karena perpisahan dari keluarga dan rumahnya, aktivis HAM berusia 41 tahun itu juga menghadapi rasa bersalah.

"Saya merasa berdosa karena meninggalkan keluarga dan ibu saya yang sakit," kata Kohistani kepada Reuters, dari Salamanca, sebuah kota di sebelah barat Madrid.

"Mereka tidak punya cukup uang untuk mengatur pengeluaran. Sebelumnya saya berhasil membayar semua tagihan," tambahnya.

Baca Juga: Didemo Wanita Afghanistan, Taliban Bubarkan Massa Pakai Cara Brutal

1. Khawatir kembali ke Afghanistan 

Pasukan Taliban berpatroli di sebuah landasan sehari setelah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afganistan, Selasa (31/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer.

Meskipun tidak ada perkiraan yang akurat, ribuan warga Afghanistan berhasil melarikan diri dari negara itu setelah penaklukan oleh Taliban pada 15 Agustus 2021.

Reuters berbicara dengan 13 aktivis Afganistan terkemuka yang melarikan diri, dan yang sekarang hidup sebagai pengungsi di luar negeri. Mereka tidak memiliki informasi kapan bisa kembali ke Afghanistan. 

Pria dan wanita khawatir untuk kembali ke negaranya, yang diperintah oleh pemerintah yang telah membatasi kebebasan dasar sejak kembali berkuasa.

Besmullah Habib, wakil juru bicara Kementerian Dalam Negeri, mengatakan Taliban telah meminta semua warga Afghanistan yang melarikan diri untuk kembali. Sebuah komisi khusus juga telah dibentuk untuk membantu hal tersebut.

Kohistani, berbicara dari apartemennya di Spanyol, mengatakan status pengungsinya telah dikonfirmasi akan berlaku selama lima tahun.

Kementerian Dalam Negeri Spanyol menolak mengomentari kasus individu. Menurut data kementerian, hampir 3 ribu warga Afghanistan telah tiba di Spanyol menyatakan keinginan untuk mencari suaka pada tahun lalu. Hampir 2 ribu telah mencari suaka dan lebih dari 1.500 telah diberikan.

Rasa lega apapun yang dirasakan Kohistani setelah lolos dari cengkraman penguasa Taliban ternyata tidak berlangsung lama.

"Saya tinggal sendirian di Spanyol dan kepanikan saat-saat traumatis di bandara Kabul menghantui saya setiap hari. Keluarnya saya adalah titik balik dari kehidupan dengan janji menjadi kehidupan yang penuh dengan kecemasan, frustrasi, dan trauma," ungkapnya.

2. Warga Afganistan mengungsi di berbagai negara 

Ilustrasi penggunaan burqa di Afghanistan (Pixabay.com/Army Amber)

Kepanikan di bandara Kabul setahun lalu menjadi berita hangat yang ramai dibahas media di seluruh dunia. Mereka menggarisbawahi ketakutan yang dirasakan masyarakat Afganistan setelah masuknya Taliban ke Kabul. Perlawanan dari pasukan lokal hancur usai pasukan Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk angkat kaki.

Puluhan warga sipil Afghanistan dan 13 tentara AS tewas setelah anggota ISIS-K meledakkan diri di dekat bandara. 

Taliban, yang memerangi pemberontakan 20 tahun melawan pasukan pimpinan AS di mana puluhan ribu warga sipil tewas, telah membatasi hak-hak perempuan dan anak perempuan sejak menggulingkan pemerintah yang didukung Barat.

Beberapa mantan pejabat dan tentara, dari pemerintahan yang digulingkan, juga menuduh mereka melakukan balas dendam terhadap mantan musuh.

Pemerintah Taliban telah berjanji untuk menghormati hak-hak orang sesuai dengan interpretasinya terhadap hukum Islam, dan mengatakan akan menyelidiki dugaan pelanggaran.

Di Kabul, saudara perempuan Kohistani dan sekarang ibu yang menggunakan kursi roda menyampaikan, Taliban terus melakukan inspeksi mendadak di rumah keluarga mereka untuk memeriksa apakah anak perempuan yang melarikan diri telah kembali dari Spanyol.

"Saya sangat terkejut melihat putri saya pergi tiba-tiba," kata ibu Kohistani.

"Saya tidak peduli dengan hidup saya. Saya hanya berharap ketika saya mati, Massouda (Kohistani) bisa datang ke pemakaman saya," tambah ibu itu, yang meminta namanya tidak dipublikasikan karena takut pembalasan.

Habib dari Kementerian Dalam Negeri membantah tuduhan bahwa Taliban telah melakukan penggeledahan di rumah tersebut.

"Amnesti umum yang diumumkan oleh pemimpin tertinggi mencakup semua orang. Mereka yang mengklaim masalah ini mencoba memperkuat kasus imigrasi mereka," katanya.

Menurut badan pengungsi PBB UNHCR, warga Afghanistan hidup sebagai pengungsi di 98 negara, menjadikan mereka populasi pengungsi terbesar ketiga setelah Suriah dan Venezuela.

Seorang pejabat senior PBB, yang bekerja di Afghanistan yang meminta tidak disebutkan namanya, mengatakan sekitar 2 juta warga Afghanistan dari populasi sekitar 40 juta orang sedang mencari status pengungsi di luar negeri, dan jumlah pelamar terus meningkat.

Baca Juga: Kisah Perempuan Afghanistan: Dipukuli dan Diancam Dibunuh Taliban 

Verified Writer

Zidan Patrio

patrio.zidan@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya