PBB: Sistem Keuangan Global hanya Menguntungkan Negara Kaya

Negara miskin sebut bantuan bukan amal, tapi tanggung jawab

Jakarta, IDN Times – Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mengutuk negara-negara kaya dan raksasa energi karena mencekik negara-negara miskin dengan suku bunga yang tinggi.

Dalam pidatonya pada pembukaan KTT Negara-Negara Terbelakang (LDC) PBB di Qatar pada Sabtu (4/3/2023), Guterres mengatakan bahwa negara-negara kaya harus menyediakan 500 miliar dolar AS setiap tahun untuk membantu orang lain yang “terperangkap dalam lingkaran setan”. Keterangan itu merujuk pada mereka yang kesulitan untuk meningkatkan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

KTT LDC ke-46 biasanya diadakan setiap 10 tahun, tetapi telah dua kali ditunda sejak 2021 karena pandemik COVID-19. Afghanistan dan Myanmar, dua negara termiskin, tidak hadir dalam pertemuan di Doha, karena pemerintah mereka tidak diakui oleh anggota PBB.

Pertemuan itu juga tidak dihadiri oleh pemimpin dari negara-negara besar, dilansir Al Jazeera.

1. Sistem global hanya menguntungkan negara kaya

PBB: Sistem Keuangan Global hanya Menguntungkan Negara KayaSekjen PBB Antonio Guterres (un.org)

Pada pembukaan KTT, Guterres langsung mengecam cara negara-negara miskin diperlakukan oleh negara-negara yang lebih kuat.

“Anda (LDC) mewakili satu dari delapan orang di Bumi. Saya sangat mengagumi upaya luar biasa Anda untuk mencapai kelulusan, dan mempertahankan kelulusan. Tetapi negara Anda juga terjebak dalam lingkaran setan yang membuat pembangunan menjadi sulit,” katanya.

“Kami sangat menyadari ketidaksetaraan yang diciptakan oleh sistem ekonomi dan keuangan global kami yang tidak adil. Pembangunan ekonomi menjadi tantangan ketika negara-negara kekurangan sumber daya, tenggelam dalam utang, dan masih berjuang dengan ketidakadilan historis dari tanggapan COVID-19 yang tidak setara,” katanya.

Selain itu, Guterres juga menyoroti soal krisis iklim. Ketika negara-negara kaya menikmati bahan bakar fosil untuk mendongkrak ekonominya, justru negara-negara miskinlah yang terdampak dan mereka hanya menerima bantuan yang sangat kecil.

Baca Juga: Indonesia Calonkan Diri Jadi Anggota Dewan HAM PBB 2024-2026!

2. Negara miskin butuh Rp7 kuadriliun per tahun

PBB: Sistem Keuangan Global hanya Menguntungkan Negara KayaSekjen PBB Antonio Guterres berbicara dalam konferensi pers malam sebelum KTT Iklim PBB (COP25) di Madrid, Spanyol, pada 1 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Sergio Perez

Guterres mengatakan, negara-negara termiskin tertinggal dalam revolusi digital dan perang Ukraina hanya menaikkan harga yang mereka bayar untuk makanan serta bahan bakar.

“Sistem keuangan global kami dirancang oleh negara-negara kaya, sebagian besar untuk keuntungan mereka. Kehilangan likuiditas, banyak dari Anda dikunci dari pasar modal oleh suku bunga predator,” kata Guterres.

Demi keluar dari kemiskinan dan ketidakadilan, Guterres mengatakan LDC membutuhkan minimal 500 miliar dolar AS (sekitar Rp7 kuadriliun) setahun untuk membantu mengatasi masalah mereka, membangun industri yang menciptakan lapangan kerja, dan membayar utang.

Negara-negara yang lebih kaya juga telah berjanji, tetapi gagal, untuk menghasilkan ratusan miliar dolar guna membantu negara miskin memerangi perubahan iklim. Guterres mengatakan PBB akan terus mendorong sumber daya yang telah dijanjikan.

3. Bantuan bukan amal, tapi tanggung jawab moral

PBB: Sistem Keuangan Global hanya Menguntungkan Negara KayaIlustrasi dolar AS ( ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Presiden Malawi Lazarus Chakwera, yang juga ketua KTT, mengecam janji-janji negara kaya yang mereka langgar. Dia mengatakan bahwa bantuan bukan bantuan atau amal, tapi tanggung jawab moral.

Di bawah proposal yang disebut Program Aksi Doha, sistem stok pangan akan dibentuk untuk membantu negara-negara yang menghadapi krisis kelaparan melalui kekeringan dan harga yang tinggi. Rencana tersebut juga meminta pusat investasi untuk membantu LDC menarik pendanaan asing dan menurunkan suku bunga untuk meringankan dampak utang.

Tahun ini, Bhutan akan menjadi salah satu dari tujuh negara, bersama dengan Bangladesh, Laos, Nepal, Angola, Sao Tome dan Principe dan Kepulauan Solomon. untuk “lulus” dari status LDC pada 2026.

Baca Juga: Kunjungi Gabon, Macron: Prancis Gak Akan Campur Tangan Lagi di Afrika

Andi IR Photo Verified Writer Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya