Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Warga Palestina berkumpul di lokasi rumah-rumah yang hancur setelah serangan udara dan artileri Israel saat kekerasan lintas batas antara militer Israel dan militan Palestina berlanjut, di Jalur Gaza utara, Jumat (14/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed Salem.

Jakarta, IDN Times - Ketegangan antara Israel dengan Palestina telah memasuki pekan kedua. Dilansir dari Al Jazeera, sedikitnya 217 orang meninggal dunia sejak Gaza dihujani bom pada 10 Mei 2021, termasuk 63 anak-anak, dan lebih dari 1.500 orang luka-luka.

Di tengah kecaman internasional, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu justru berjanji untuk terus menggempur Gaza dengan kekuatan penuh hingga kepentingan negaranya tercapai. Dia berdalih serangan tersebut diarahkan untuk melawan Hamas yang dicap sebagai teroris.

Sejumlah media melaporkan, agresi militer yang dilakukan oleh Israel Defense Forces (IDF) di wilayah Palestina telah melanggar hukum humaniter dan hukum internasional, seperti penyerangan kantor media Al Jazeera dan AP, penyerangan tenaga medis, penghalangan distribusi bantuan kemanusiaan, dan penyerangan pemukiman sipil.

Pertanyaan yang kerap diajukan terkait tindakan Israel adalah apakah negara tersebut bisa diadili di Mahkamah Internasional karena melakukan sederet kejahatan perang? Apakah kedekatan Amerika Serikat dengan Israel berpengaruh terhadap pelanggaran hukum di negara tersebut? Apakah pelaku kejahatan kemanusiaan di Israel tidak bisa diadili karena mereka tidak meratifikasi Statuta Roma?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, IDN Times berbincang dengan Irfan Hutagalung selaku pakar hukum internasional dan hukum humaniter Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Bagaimana selengkapnya? Simak diskusi kami di bawah ini.  

1. Apa status hukum yang tepat untuk menjelaskan hubungan Israel-Palestina?

Tampilan satelit menunjukkan bangunan hancur akibat serangan udara di Kota Gaza, Rabu (12/5/2021). ANTARA FOTO/Satellite image 2021 Maxar Technologies/Handout via REUTERS.

Konflik dan pendudukan bukan istilah yang bisa dipertukarkan secara sejajar. Konflik adalah dua pihak yang seimbang, negara lawan negara, ras dengan ras lain, bisa konflik masyarakat atau negara. Konflik Laut Cina Selatan misalnya. Tapi, yang tepat melihat hubungan Israel dan Palestina adalah hubungan antara negara pendudukan dengan wilayah yang diduduki. Sederhananya, sama seperti kita melawan Belanda dulu yang disebut sebagai kolonial.

Palestina ke Israel itu melakukan perlawanan terhadap pendudukan yang membelenggu, membatasi, dan mengeksploitasi mereka, yang mengubah wilayah mereka menjadi pemukiman, yang menurut Konvensi Jenewa itu dilarang. Tidak boleh negara pendudukan mengubah wilayah kependudukannya, apalagi memindahkan, menggusur orang Palestina dan menggantinya dengan orang Israel.

Israel menduduki Palestina itu fakta, tidak ada satupun yang menolaknya, sudah lama dikenal dalam berbagai Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Majelis Umum. Jadi itu bukan disputed fact

2. Terkait perang dan kejahatan perang yang terjadi, apakah bisa Mahkamah Internasional mengadili Israel?

Editorial Team

Tonton lebih seru di