Ilustrasi Industri Minyak (IDN Times/Arief Rahmat)
Melansir dari Associated Press, meski akan mengurangi emisi Arab Saudi juga ingin mempertahankan bisnis minyaknya yang memasok sekitar 10 persen minyak global dan diperkirakan memiliki 17 persen cadangan minyak global. Bisnis minyak setiap tahunnya bisa menghasilkan 150 miliar dolar AS (Rp2,1 kuadriliun) untuk pendapatan negara.
Sebagai produsen minyak terbesar di dunia Arab Saudi memiliki pengaruh luar biasa atas pasar energi dan dapat menekan produsen lain. Pada tahun lalu Arab Saudi berhasil mengekang produksi Rusia di tengah perlambatan permintaan akibat pandemik.
Negara yang sangat bergantung dengan minyak ini menentang bahan bakar fosil dihapus dengan cepat, mengigatkan perubahan tergesa-gesa akan merugikan negara-negara berpenghasilan rendah dan yang tidak punya akses energi dasar. Belum lama ini sebuah dokumen yang bocor menunjukkan Arab Saudi dan negara-negara lain, berusaha meminta PBB memperlambat negara-negara menjauh dari bahan bakar fosil.
Menurut kelompok Greenpeace yang memperoleh dokumen ini mengatakan Arab Saudi berusaha mendorong penggunaan teknologi penangkapan karbon. Kelompok itu mengatakan teknologi itu belum terbukti dan akan membuat negara-negara mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca, dengan asumsi dapat mengeluarkannya dari atmosfer nanti.
Menteri Energi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan dalam mengembangkan energi terbarukan, penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon, dan penangkapan udara langsung, hidrogen dan bahan bakar rendah karbon merupakan hal yang penting.
Saat ini konsumsi energi global didominasi oleh bahan bakar fosil, seperti minyak mentah, gas alam, dan batu bara. Hanya 10 persen listrik yang dihasilkan oleh tenaga surya dan angin.