Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pete Hegseth
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pete Hegseth

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pete Hegseth, mendesak Australia untuk meningkatkan pengeluaran pertahanannya dari 2 persen menjadi 3,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Ia menekankan perlunya sekutu Indo-Pasifik untuk meningkatkan kemampuan militer di tengah eskalasi ancaman regional, terutama dari China.

Hal ini disampaikan Hegseth kepada Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, di sela-sela Dialog Shangri-La pada 30 Mei 2025 di Singapura. Tuntutan Washington muncul setelah Presiden Donald Trump mengatakan bahwa ia akan meningkatkan hukuman ekonomi terhadap Canberra dengan menggandakan tarif baja dan aluminium. 

Dilansir Al Jazeera pada Senin (2/6/2025), peningkatan anggaran militer hingga 3,5 persen dari PDB akan menelan biaya tambahan sebesar 100 miliar dolar Australia (sekitar Rp1 kuadriliun) per tahun. Jumlah tersebut 40 miliar dolar Australia (Rp421,7 triliun) lebih banyak dari yang dibelanjakan saat ini.

1. Australia tidak ingin didikte dalam hal pengeluaran pertahanan

Meresepons hal tersebut, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menegaskan kembali kedaulatan negara dalam menentukan kebijakan pertahanan. Ia mencatat, pengeluaran pertahanan akan meningkat dari 2 persen menjadi 2,33 persen dari PDB Australia selama 8 tahun ke depan.

"Apa yang harus Anda lakukan dalam pertahanan adalah memutuskan apa yang Anda butuhkan, kemampuan Anda, dan kemudian menyediakannya. Itulah yang dilakukan pemerintahan saya," kata Albanese pada Senin (2/6/2025), dikutip dari ABC News.

Ia tidak akan mendanai pertahanan dengan tarif yang sewenang-wenang, harus selaras dengan kemampuan strategis Australia.

Di sisi lain, Marles terbuka terhadap peningkatan anggaran pertahanan dan mengakui permintaan Hegseth.

"Saya tidak akan menyebutkan angka pastinya, kebutuhan untuk meningkatkan anggaran pertahanan adalah sesuatu yang sudah pasti ia sampaikan," ujar Marles.

"Anda telah melihat orang AS dalam cara berinteraksi dengan semua teman dan sekutu mereka, yang meminta mereka untuk berbuat lebih banyak dan kami dapat sepenuhnya memahami mengapa Amerika melakukan itu," sambungnya.

2. Meningkatnya pengeluaran militer global

Seruan Hegseth agar Negeri Kanguru meningkatkan anggaran militernya muncul setelah Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan dalam Dialog Shangri-La pada Sabtu (31/5/2025) bahwa ancaman yang ditimbulkan Beijing itu nyata, dan bisa jadi akan segera terjadi.

Dialog yang sedang berlangsung antara Washington-Canberra menggarisbawahi kompleksitas dalam menyeimbangkan prioritas pertahanan nasional dengan harapan aliansi dalam lanskap geopolitik yang berkembang pesat. AS terus memperingatkan tentang ancaman yang ditimbulkan Beijing terhadap Taiwan, yang dianggap China sebagai bagian dari wilayahnya.

Washington menghabiskan hampir 1 triliun dolar AS (Rp16,3 kuadriliun) per tahun untuk pertahanan. Jumlah tersebut 3,4 persen dari PDB-nya dan lebih besar daripada sembilan negara dengan pengeluaran tertinggi berikutnya jika digabungkan.

Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), pengeluaran militer di seluruh dunia meningkat sebesar 9,4 persen pada 2024. Angka tersebut merupakan peningkatan paling tajam sejak berakhirnya Perang Dingin, yang dipicu oleh peningkatan pengeluaran oleh negara-negara Eropa.

3. Komitmen Australia pada AUKUS

Ilustrasi bendera Australia. (unsplash.com/ aboodi vesakaran)

Pekan lalu, Institut Kebijakan Strategis Australia memperingatkan bahwa Australia kurang berinvestasi dalam pertahanan dan berisiko memiliki kekuatan pertahanan yang rapuh dan lemah. 

Sementara, analis berpendapat bahwa peningkatan bertahap hingga 2,5 persen pada akhir dekade ini dengan harapan sebesar 3 persen pada 2030-an, akan menjadi jalur yang realistis dan bertanggung jawab. Hal ini mengingat komitmen AUKUS yang substansial dan meningkatnya ancaman regional.

Pemerintah Australia telah berkomitmen untuk menghabiskan ratusan miliar dolar untuk kapal selam nuklir buatan AS berdasarkan perjanjian AUKUS dengan AS dan Inggris dalam beberapa dekade mendatang. Diperkirakan program tersebut dapat menelan biaya hingga 368 miliar dolar Australia (Rp3,8 kuadriliun).

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama